Jumat, 21 Desember 2018

KRITIK KARYA ARSITEK IAI ( KRITIK DESKRIPTIF )

KRITIK DESKRIPTIF

Definisi :
Bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan, atau semata-mata membantu orang melihat apa yang sesungguhnya ada. Kritik ini berusaha mencirikan fakta-fakta yang menyangkut sesuatu lingkungan tertentu. Dibanding metode kritik lain kritik deskriptif tampak lebih nyata (factual).

·         Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
·         Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
·         Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya.
·         Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.

Metode
1.      Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
Depictive cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik karena ia tidak didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah bangunan. Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi disana. Masyarakat cenderung memandang dunia sesuai dengan keterbatasan pengalaman masa lalunya, maka melalui perhatian yang jeli terhadap aspek tertentu bangunan dan menceritakan kepada kita apa yang telah dilihat, kritik depiktif telah menjadi satu metode penting untuk membangkitkan satu catatan pengalaman baru seseorang. Kritik depiktif tidak butuh pernyataan betul atau salah karena penilaian dapat menjadi bias akibat pengalaman seseorang di masa lalunya. Kritik depiktif lebih mengesankan sebagai seorang editor atau reporter, yang menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu aspek bangunan agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau advocate.

·         Static (Secara Grafis)
Depictive criticism dalam aspek static memfocuskan perhatian pada elemen-elemen, bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture). Penelusuran aspek static dalam depictive criticism seringkali digunakan oleh para kritikus untuk memberi pandangan kepada pembaca agar memahami apa yang telah dilihatnya sebelum menentukan penafsiran terhadap apa yang dilihatnya kemudian. Penggunaan media grafis dalam depictive critisim dapat dengan baik merekam dan mengalihkan informasi bangunan secara non verbal tanpa kekhawatiran terhadap bias. Aspek static depictive criticism dapat dilakukan melalui beberapa cara survey antara lain : fotografi, diagram, pengukuran dan deskripsi verbal (kata-kata).

·         Dynamic (Secara Verbal)
Tidak seperti aspek static, aspek dinamik depictive mencoba melihat bagaimana bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat. Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui Bagaimana manusia bergerak melalui ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana? Pengalaman apa yang telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik? Bagaimana bangunan dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang ada didalamnya dan disekitarnya?

·         Process (Secara Prosedural)
Merupakan satu bentuk depictive criticism yang menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu. Bila kritik yang lain dibentuk melalui pengkarakteristikan informasi yang datang ketika bangunan itu telah ada, maka kritik depiktif (aspek proses) lebih melihat pada langkah-langkah keputusan dalam proses desain yang meliputi :
Ø  Kapan bangunan itu mulai direncanakan,
Ø  Bagaimana perubahannya,
Ø  Bagaimana ia diperbaiki,
Ø  Bagaimana proses pembentukannya.

2.      Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist (penciptanya), khususnya aktifitas yang telah dilakukannya. Memahami dengan logis perkembangan sang artis sangat diperlukan untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya pada karya-karyanya secara spesifik.
Sejak Renaisance telah ada sebagian perhatian pada kehidupan pribadi sang artis atau arsitek dan perhatian yang terkait dengan kejadian-kejadian dalam kehidupannya dalam memproduksi karya atau bangunan. Misalnya, bagaimana pengaruh kesukaan Frank Lyod Fright waktu remaja pada permainan Froebel Bloks (permainan lipatan kertas) terhadap karyanya? Bagaimana pengaruh karier lain Le Corbusier sebagai seorang pelukis? Bagaimana pengaruh hubungan Eero Sarinen dengan ayahnya yang juga arsitek? Informasi seperti ini memberi kita kesempatan untuk lebih memahami dan menilai bangunan-bangunan yang dirancangnya.

3.      Contextual Criticism ( Persitiwa)
Untuk memberikan lebih ketelitian untuk lebih mengerti suatu bangunan, diperlukan beragam informasi dekriptif, informasi seperti aspek-aspek tentang sosial, politikal, dan ekonomi konteks bangunan yang telah didesain. Kebanyakan kritikus tidak mengetahui rahasia informasi mengenai faktor yang mempengaruhi proses desain kecuali mereka pribadi terlibat. Dalam kasus lain, ketika kritikus memiliki beberapa akses ke informasi, mereka tidak mampu untuk menerbitkannya karena takut tindakan hukum terhadap mereka. Tetapi informasi yang tidak kontroversial tentang konteks suatu desain suatu bangunan terkadang tersedia

·         Kelebihan Kritik Deskriptif
Dengan kritik deskriptif kita bisa mengetahui suatu karya hingga ke seluk beluknya. Metode dari deskriptif ini dapat di kritisi secara induktif, dari hal yang umum ke khusus ataupun deduktif dari hal yang khusus ke umum. Metode kritik ini tidak bertujuan untuk pengembangan karya selanjutnya seperti metode impresionis yang menggunakan hasil kritik untuk karya selanjutnya.
·         Kekurangan Kritik Deskriptif
Hanya menjelaskan secara singkat tentang isi, proses, dan pencipta sebuah karya.

Rumah Miring Rungkut

1. Desain Eksterior View 1
Lazimnya, rumah tinggal dirancang berdasar pada kebutuhan kegiatan sehari-hari, berpijak pada keunikan site atau berasal dari kemauan dan keinginan klien. Jarang sekali rumah yang dibuat berdasarkan kebutuhan akan kegiatan ibadah. Jika akan melakukan ibadah shalat atau ibadah lain, maka penghuni rumah/tamu bisa memakai kamar tidur atau ruang tamu. Meskipun ada juga rumah yang secara khusus menyediakan mushola, tetapi mushola itu arah hadapnya tidak mengarah ke kiblat. Maka ketika shalat harus dalam posisi menyerong terhadap orientasi ruangnya.
Rumah Miring yang berlokasi di jalan Medokan Asri Timur, Surabaya ini menjadi unik justru karena menjadikan mushola dan arah kiblat itu sebagai pijakan awal dalam mendesain. Pada tahap pertama, yang menjadi genesis (awal-mula) desain rumah ini adalah mushola dengan arah hadap ke kiblat yang diperhitungkan secara persis. Sedangkan rumahnya sendiri didesain dengan menyesuaikan bentuk site dan jalan di depannya. Lalu terjadilah ketidaksamaan orientasi antara mushola dan rumah, hal itulah yang memicu kemiringan di rumah ini, maka kemudian dinamakan Rumah Miring.
Konsep Miring tersebut kemudian dielaborasi secara konseptual untuk hampir semua elemen dan komponen bangunan yang ada pada rumah, mulai dari bentuk, fasade, landscape, jendela, pagar, carport, teras, bahkan hingga ke overstek yang menaungi jendela dari panas/hujan. Jadi, berawal dari konsep kiblat sebagai orientasi shalat, lalu secara kreatif dibawa ke dalam konteks desain rumah secara keseluruhan.

3. Detail Fasad
Sedangkan dari sisi tampilannya, rumah ini mengambil tema monolith, yakni bangunan digubah agar terlihat sebagai sebuah massa besar yang utuh, tanpa disambung-sambung. Kesan tersebut didapat dari penyelesaian eksterior yang hampir total memakai semen, sekaligus mengekspos tampilan semen tersebut sebagai elemen estetis. Dinding luar pada lantai 1 menggunakan semen aci dan dinding lantai 2 memakai semen plester, sehingga membentuk sebuah batas perseptual antara semen plester yang kasar dan semen aci yang halus. Sedangkan area carport di-finish menggunakan semen roll.
Untuk mengimbangi kesan monolith yang kuat tersebut, maka dipilih pagar dan railing dari bahan metal yang berlubang-lubang. Pagar depan rumah, railing tangga, teralis dari material expanded metal sheet, dan untuk pintu carport serta garasi dari perforated metal. Elemen metal ini juga diulang pada perabot rumah, yang digabung dengan penggunaan kayu palet (sisa peti kemas), semakin menambah kuatnya kesan lugas pada rumah ini. Penyelesaian dengan semen kasar dan tampilan kayu palet dengan tekstur yang khas menjadi sebuah paduan yang apik, terlihat kontras antara kesan semen yang gelap, kaku, dingin dan dengan kesan kayu yang cerah dan hangat.

13. Maket Studi
Bentuk massa rumah ini berupa dua box yang dipotong (di-peges) pada bagian atasnya, maka menjadi bentukan yang miring. Kemiringan dua box ini juga berbeda, box yang depan dipotong sehingga meninggi ke kiri, sedangkan box yang belakang meninggi ke arah kanan. Dengan penyelesaian menggunakan beton aci, beton plester dan beton roll, memang memberi nuansa berat dan kaku. Namun, di lingkungannya, rumah ini mampu hadir secara natural dan implosif, Justru dengan tampil cool seperti itu, maka menjadi penarik perhatian bagi sekitar. Massa-massa yang miring, juga kaca besar yang miring di bagian pojok depan, menambah intensitas karakter miring rumah ini.
Munculnya bentuk miring yang simple pada massa bangunan berasal dari bagian atap rumah yang dibuat dari cor beton yang miring, sekaligus menggantikan fungsi plafon. Jadi, secara umum rumah ini menerapkan prinsip low maintenance atau biaya pemeliharaan yang rendah, tidak perlu dicat, tidak perlu memasang dan mengganti plafon, dan lain-lain.

5. Ruang Keluarga
Rumah ini berdiri di atas tanah seluas 14 X 25 meter persegi, sedangkan luas lantai dasar bangunannya sekitar 128 meter persegi, sedangkan untuk total luas Bangunan 2 lantai adalah 238 meter persegi. Open space-nya lebih dari 60% dari luas lahannya. Maka rumah ini masih menyisakan ruang luar yang luas yang keempat sisinya. Jadi, posisi rumah ini berada di tengah, tidak menempel dengan dinding tetangga. Hal ini juga sebagai respon terhadap iklim tropis, sehingga lebih leluasa memberi bukaan-bukaan yang lebar di keempat sisi, agar mudah memasukkan angin dan cahaya ke dalam ruang-ruangnya.
Karena tanah di lokasi ini adalah tanah gerak, maka memakai pondasi mini-pile, agar keberadaan rumah ini sekarang dan nantinya tidak mengganggu keberadaan bangunan atau rumah di sekitarnya. Di sekeliling bangunan rumah ini diberi hamparan kerikil, untuk menetralisir percikan air hujan. Pagar di samping rumah yang terbuat dari roster kotak, berfungsi sebagai pembatas antara ruang luar area depan dan area tengah.
Landscape diolah dengan penanaman tanaman yang tematik juga, yaitu dengan menanam pohon pule yang berkarakter besar dan kokoh, dimbangi dengan pohon ketapang kencana yang cenderung vertikal, dengan cabang-cabang yang teratur. Juga ditambah dengan ekor tupai yang merupakan tanaman perdu, sebagai penyeimbang dari dua jenis tanaman lainnya.

6. Kamar Tidur Utama View 1
Dalam prosesi memasuki rumah ini, di bagian depan kita disambut oleh teras luar dibuat berbentuk miring juga, dengan material dari kayu ulin sehingga menjadi wood-deck yang cukup hangat di bagian depan rumah, yang setelah jam 3 siang menjadi area teduh yang sangat nyaman untuk bersantai bagi keluarga.
Memasuki rumah, terlihat interior rumah dirancang dengan menyesuaikan eksterior, material perabot hampir seluruhnya menggunkana metal yang digabung dengan kayu palet (sisa peti kemas). Dindingnya menggunakan semen aci, sama dengan dinding luar. Bahkan lantainya juga memakai keramik dengan warna semen.
Lantai bawah merupakan area semi publik dan servis. Di ruang tamu, dinding background-nya berupa pasangan bata ekspos. Bata-bata ini seakan memecah suasana yang dipenuhi finishing semen menjadi lebih berwarna. Lalu berikutnya ada ruang kerja, ruang keluarga dan ruang makan. Meja makan dibuat dari bahan kayu jati solid, yang memperlihatkan tekstur aslinya. Di samping itu, dapur juga tak luput dari tema semen, meja dapur dan pantry berupa cor beton yang menerus dengan dinding, dipadu dengan bahan kayu palet.
Pada bagian paling belakang adalah mushola yang menjadi titik pijak desain. Mushola ini bukan hanya untuk sholat, tetapi sebagai tempat kegiatan ibadah lain juga, seperti kegiatan mengaji keluarga dan juga pengajian bersama untuk warga sekitar. Mushola ini dilengkapi tempat wudlu agar tidak kesulitan ketika akan menjalankan ibadah. Karena fungsinya yang khusus ini, maka desainnya dibuat agak berbeda, dengan lantai keramik bertema vintage dan dinding roster. juga ada aksentuasi batu bata seperti di bagian ruang tamu yang diulang kembali di sini.
Railing tangga menuju lantai atas terbuat dari bahan metal dan menjadi sebuah artwork yang cukup menarik perhatian. Dengan jarak yang acak, railing tangga seakan memecah irama yang monoton dari bentuk tangga itu sendiri. Pijakan tangga memakai keramik bertekstur kasar agar lebih safe bagi penghuni ketika naik-turun tangga.
Di lantai atas yang merupakan area privat, kamar tidur untuk anak laki-laki dan orang tua dibuat dengan lantai keramik vintage, dengan perabot juga memakai bahan metal dan kayu palet. Untuk kamar tidur utama, lantainya menggunakan kayu jati, sedangkan lantai kamar mandinya menggunakan keramik vintage.
Atap yang tinggi tanpa plafon, ditambah banyak bukaan, membuat angin sangat leluasa mengalir ke dalam rumah. Warna semen memberi suasana yang berbeda dengan nature-nya yang kasar dan rustic, membuat rumah ini mampu membuktikan bahwa yang monolith pun juga bisa mengadopsi aspek-aspek tropis.

Nama Proyek: Rumah Miring Rungkut
Lokasi Proyek: Medokan Asri Timur, Rungkut, Surabaya
Luas Tanah/Bangunan: 350/238 m2
Tahun: 2014-2015
Arsitek: Andy Rahman. A, ST. IAI dan Abdi Manaf. R, ST
Desainer Interior: Anindita Caesarayi Putri, ST
Teks: Anas Hidayat
Maket: Alfin Noor
Foto Maket: Mansyur Hasan

SUMBER:http://www.andyrahmanarchitect.com/projects/?pageload=detpro&idpro=79&nf=Residential

Sabtu, 24 November 2018

KRITIK TERUKUR ARSITEKTUR


Definisi:

Sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif. Metode kritik dengan melihat ukuran dan besaran ruang yang digunakan dalam sebuah bangunan dengan acuan standarisasi dengan bangunan lainnya. dan juga dapat mengacu pada standarisasi yang telat ditetapkan dalam Data Arsitektur (Neufert Architect’s Data) dan Time Saver.
Metode.

Hakikat metode kritik terukur, kritik pengukuran menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu. Norma pengukuran digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini sebagai bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam. Pengolahan melalui statistik atau teknik lain akan mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi. Bilangan atau standar pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.

Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa : Ukuran batas minimum atau maksimum, Ukuran batas rata-rata (avarage), Kondisi-kondisi yang dikehendaki contoh : Bagaimana Pemerintah daerah melalui Peraturan Tata Bangunan menjelaskan beberapa standar normatif : Batas maksimal ketinggian bangunan, sempadan bangunan, Luas terbangun, ketinggian pagar yang diijinkan.

Ada kalanya standar dalam pengukuran tidak digunakan secara eksplisit sebagai metoda kritik karena masih belum cukup memenuhi syarat kritik sebagai sebuah norma contoh : Bagaimana Huxtable menjelaskan tentang kesuksesan perkawinan antara seni di dalam arsitektur dengan bisnis investasi konstruksi yang diukur melalui standardisasi harga-harga.

Norma atau standar yang digunakan dalam Kritik pengukuran yang bergantung pada ukuran minimum/maksimum, kondisi yang dikehendaki selalu merefleksikan berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.

Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam petunjuk sebagai beikut: Tujuan Teknis (Technical Goals) Tujuan Fungsi (Functional Goals) Tujuan Perilaku (Behavioural Goals).
Tujuan Teknis Metode Kritik Terukur.

Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standarisasi ukurannya secara teknis contoh : Sekolah, dievaluasi dari segi pemilihan dinding interiornya. Pertimbangan yang perlu dilakukan adalah :

1. Stabilitas Struktur
• Daya tahan terhadap beban struktur
• Daya tahan terhadap benturan
• Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
• Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem.

2. Ketahanan Permukaan Secara Fisik
• Ketahanan permukaan
• Daya tahan terhadap gores dan coretan
• Daya serap dan penyempurnaan air.

3. Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
• Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
• Timbunan debu

Kelebihan Kritik Terukur

Metodenya terukur secara kuantitatif. Memiliki Pertimbangan yang diperlukan dalam tujuan fungsi metode kritik terukur.
Kekurangan Kritik Terukur
Kegiatan pendapat atau tanggapan terhadap sesuatu hal yang disertai dengan uraian dan pertimbangan baik buruknya hal tersebut, tetapi mengkritik biasanya lebih cenderung dikaitkan dengan hal-hal yang dinilai kurang baik atau buruk.



Menara Pinisi (Gedung Pusat Pelayanan Akademik UNM)



 
Bangunan ini merupakan Gedung Pusat Pelayanan Akademik Universitas Negeri Makassar. Gedung ini memiliki 17 lantai. Tim desain: yu sing, benyamin k narkan, eguh murthi pramono, iwan gunawan. 
Gedung ini memiliki ketinggian 97,50 meter, masing-masing lantai pada bangunan ini memiliki tinggi 3,5 meter sudah merupakan standart tinggi minimal suatu ruangan.


KONSEP DESAIN

Konsep Desain mengusung lokalitas bangunan tradisonal setempat. Di ambil dari kekayaan budaya Makssar dan nilai nilai filosofi arsitektur trasisional yang di kombinasi dengan arsitektur masa kini.
Konsep dasar bangunan ini sebagai berikut :
Gedung Pusat Pelayanan Akademik UNM didesain sebagai ikon baru bagi UNM, kota Makassar, dan sekaligus Sulawesi Selatan. Eksplorasi desain GPPA UNM mengutamakan pada pendalaman kearifan lokal sebagai sumber inspirasi, yaitu makna Logo UNM, Rumah Tradisional Makassar, falsafah hidup masyarakat Sulawesi Selatan (Sulapa Eppa / empat persegi), dan maha karya Perahu Pinisi sebagai simbol kejayaan, kebanggaan, dan keagungan. Serangkaian eksekusi bentuk dan detail-detail solusi desain yang bersumber pada kearifan lokal, dipercaya mampu membentuk lingkungan kampus masa kini yang berkelas internasional.
GPPA UNM sebagai icon baru yang merupakan gedung tinggi pertama di Indonesia dengan sistem fasade Hiperbolic Paraboloid, merupakan ekspresi futuristik dari aplikasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangunan Pusat Pelayanan Akademik UNM merupakan perwujudan dari serangkaian makna, fungsi, dan aplikasi teknologi yang ditransformasikan ke dalam sosok arsitektur. Kekayaan makna tersebut akan meningkatkan nilai arsitektur GPPA UNM menjadi lebih dari sekedar sosok estetis, tetapi juga memiliki keagungan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Gedung Pusat Pelayanan Akademik UNM
Seperti pada Rumah Tradisional Makassar yang terdiri dari 3 bagian (kolong/awa bola, badan/lotang, dan kepala/rakkeang) dan dipengaruhi struktur kosmos (alam bawah, alam tengah, dan alam atas), GPPA UNM juga teriri dari 3 bagian:
Bagian bawah berupa kolong/panggung.
Bagian kolong ini posisinya terletak 2 meter di atas jalan agar bangunan terlihat lebih megah dari lingkungan sekitarnya. Lantai kolong ini didesain menyatu dengan lansekap yang didesain miring sampai ke pedestrian keliling lahan.
Bagian badan berupa podium.
Podium terdiri dari 3 lantai, simbol dari 3 bagian badan pada Rumah Tradisional Makassar (bagian depan/lotang risaliweng, ruang tengah/Lotang ritenggah, dan ruang belakang/Lontang rilaleng). Bagian podium ini juga bermakna ganda sebagai simbol dari tanah dan air.
Bagian kepala berupa menara.
Menara terdiri dari 12 lantai yang merupakan metafora dari layar perahu Pinisi dan juga bermakna ganda sebagai simbol dari angin dan api.

1. BADAN

Bangunan Podium memiliki denah yang berbentuk trapesium dengan sisi miringnya menghadap ke jalan utama pada sisi Barat. Bangunan yang miring merupakan respon terhadap sudut lahan dan juga sebagai strategi untuk memperpanjang fasad bangunan serta sebagai kontrol visual dari luar bangunan. Orang di luar lahan akan selalu melihat bangunan secara perspektif untuk meningkatkan kualitas visual ruang kota. Dalam proses desain, bangunan podium dibelah menjadi 4 bagian sesuai dengan simbol falsafah hidup masyarakat Sulawesi Selatan yang terdiri dari empat persegi (makna 4 unsur/kesadaran manusia akan diberikan metafora ke dalam bagian bangunan yang lainnya).
·  Bangunan terbelah menjadi 4 bagian, bentuk tersebut terinspirasi dari deretan perahu pinisi yang berada di pinggir pantai. 

· Tepat di tengah sumbu axis bagian belakang bangunan menara, terdapat void kosong berbentuk elips yang memotong bangunan podium. Di bagian paling bawah void berfungsi sebagai kolam air mancur yang dengan di kelilingi ramp. Void kosong di bagian tengah merupakan metafora dari lingkaran berwarna terang di pusat logo UNM, yang dijelaskan sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Di puncaknya terdapat exhaust turbine untuk mengalirkan uap kolam sebagai elemen pendinginan suhu bangunan, merupakan yang metafora 3 layar segitiga yang menghadap ke arah void.

Bangunan podium juga merupakan metafora dari unsur tanah dan air. Dinding bangunan podium berupa kaca reflektor sinar matahari yang berwarna kecoklatan seperti warna tanah, dengan sirip-sirip penahan matahari yang terbuat dari stainless steel yang memantulkan cahaya seperti air. Sirip-sirip ini juga didesain sebagai bagian dari façade bangunan dengan pola ombak.

2. KEPALA


Bangunan menara memiliki denah berbentuk trapesium simetris, dengan façade pada kedua sisi miringnya pada sisi utara dan selatan menggunakan sistem struktur HIPERBOLIC PARABOLOID. Untuk membentuk suatu expresi yang dinamis, maka Fasad menara dibuat merotasi secara ritmik. Dengan menggunakan sistem hiperbolic paraboloid tersebut, fasad menara merupakan metafora dari layar utama perahu pinisi. Kanopi-kanopi horisontal pada façade sisi Utara dan Selatan ini dapat juga berfungsi sebagai photovoltaic untuk mengkonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Pada fasad sisi Barat dan Timur menara terdapat dinding ornamen 3 dimensi yang terbentuk dari rangkaian bidang-bidang segitiga, sebagai penahan matahari. Bentuk bangunan menara menjadi semakin atraktif karena memiliki bentuk visual yang berlainan bila dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Pada puncak menara terdapat rangkaian pipa yang berirama yang dapat difungsikan juga sebagai menara telekomunikasi. Bangunan menara juga merupakan metafora dari unsur angin dan api. Fasad layar mewakili unsur angin, sedangkan puncak menara merupakan penyederhanaan dari bentuk lidah api.

3. KAKI



Bangunan kaki terdiri dari 2 bagian yaitu bagian landasan dan kolong, sebagai berikut :
·                     Landasan merupakan 1 lantai semi besmen yang berfungsi sebagai area parkir dan servis. Bagian landasan ini didesain seolah-olah terletak di bawah lansekap yang ditinggikan sampai 2 meter, membentuk pagar alami sekeliling lahan. Seluruh lahan di sekeliling bangunan difungsikan sebagai hutan universitas. Di depan landasan bagian Barat terdapat danau buatan yang berbentuk segitiga dengan kolam-kolam yang berundak. Danau buatan ini berfungsi sebagai kolam penyaringan alami dari air hujan dan air kotor bekas pakai yang akan digunakan kembali sebagai sumber air bersih untuk penyiraman toilet dan taman.

· Bagian kolong merupakan ruang terbuka di bawah podium sebagai ruang sosialisasi bersama. Ketinggiannya 1,5 kali ketinggian lantai lainnya untuk memberikan kesan luas dan lega. Di lantai ini terdapat fungsi kantin kampus yang sifatnya semi terbuka. Bagian landasan yang menghadap ke arah kampus eksisting didesain sebagai amphitheater dengan tangga-tangga sebagai tempak duduk di sepanjang sisi Timur bangunan.

KONSEP HEMAT ENERGI
Bangunan ini pun memiliki konsep hemat energi, memaksimalkan energi yang di hasilkan dari alam. Dan diantaranya adalah bagian bagian sistem yang di fungsikan sebagai pendingin suhu agar lebih sejuk dan memberi kesan ketenangan, sebagai berikut : 
·   Panggung, 
·   Lorong angin, 
·   Kolam, 
·    Danau buatan, berfungsi sebagai sistem penyaringan air kotor dan air hujan untuk digunakan kembali.
·    Taman atap (di atas podium), 
·    Hutan universitas dan ventilasi silang bangunan 
Sistem pemanfaatan cahaya alami, sebagai berikut :
·    Bangunan yang terbelah-belah memungkinkan cahaya alami dapat menerangi semua ruang dalam.

·    Sirip-sirip secondary skin dan kaca reflektor matahari mengurangi radiasi panas matahari langsung.

·    Kanopi-kanopi photovoltaic pada fasad bagian samping menara

·   Dan kincir angin vertikal (pada taman atap podium) sebagai sumber energi listrik berkelanjutan. Saat ini sudah ada teknologi photovoltaic yang dapat langsung digunakan sebagai energi pendingin ruangan / AC tanpa melalui konversi menjadi energi listrik. Dengan demikian tidak akan ada energi yang terbuang di dalam proses konversi energi.

KONSEP RAMAH LINGKUNGAN
Seiring kebutuhan lingkungan yang mengharuskan untuk pelestarian lingkungan maka bangunan ini di usahakan untuk menunututnya sebagai bangunan yang ramah lingkungan. Selain itu mengoptimalkan desain untuk mendugkung proses belajar dan sosialisai dengan nyaman pun perlu di lakukan, dengan memaksimalkan lahan sekeliling bangunan GPPA UNM untuk di manfaatkan sebagai lansekap. Berikut adalah elemen lansekap yang di bangun :
1. Hutan kampus di sekeliling bangunan GPPA UNM, hutan kampus dengan berbagai jenis pohon peneduh antara lain berfungsi sebagai berikut:
·     Penyaring debu dan kebisingan suara dari jalan dan lingkungan sekitar.
·     Sumber penghasil Oksigen dan penyerap polutan.
·      Pembentuk ekosistem baru bagi berbagai burung, kupu-kupu, atau serangga lainnya.
·      Pagar pembatas alami antara jalan / orang luar dengan bangunan / penghuni kampus.
2. Pemisahan antara jalur kendaraan dengan jalur pejalan kaki.
3. Parkir dan drop off kendaraan diletakkan pada lantai semi besmen, jalan penghubung antara kampus                eksisting dengan GPPA UNM dialihfungsikan menjadi jalur pedestrian dengan pohon-pohon peneduh di kiri-kanannya.
4. Danau buatan dan kolam elips, elemen mediatif dapat timbul dari percikan air kolam.
5. Ruang terbuka bersama, ruang yang terletak di bawah podium di fungsian sebagai ruang terbuka bersama      yang dilengkapi dengan kantin kampus, berbagai tempat duduk-duduk, tempat belajar, dan fasilitas hot spot.
6. Teater terbuka.
7. Amphitheatre sebagai penghubung antara ruang terbuka bersama dengan kampus eksisting. Amphitheatre      ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk melakukan berbagai pertunjukkan seni dan budaya atau acara informal lainnya.
8. Taman atap.Taman di atas atap podium sebagai ruang meditasi dan sumber inspirasi, yang juga turut membantu mengurangi dampak pemanasan global dengan mengembalikannya sebagai ruang hijau.

Minggu, 28 Oktober 2018

KRITIK ARSITEKTUR PADA ANALOGI-ANALOGI

·         Analogi Bahasa/linguistic

Analogi Linguistik menganut pandangan bahwa bangunan-bangunan dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada para pengamat dengan salah satu dari tiga cara sebagai berikut:

 • Model Tata bahasa Arsitektur dianggap terdiri dari unsur-unsur (kata-kata) yang ditata menurut aturan (tata bahasa dan sintaksis) yang memungkinkan masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu cepat memahami dan menafsirkaa apa yang disampaikan oleh bangunan tersebut. lni akan tercapai jika 'bahasa' yang digunakan adalah bahasa umum/publik yang dimengerti semua orang.

 • Model Ekspresionis Dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu wahana yang digunakan Arsitek untuk mengungkapakan sikapnya terhadap proyek bangunan tersebut. Dalam hal ini Arsitek berusaha  menggunakan 'bahasa'nya pribadi (parole). Bahasa tersebut mungkin dimengerti orang lain dan mungkin juga tidak.

 • Model Semiotik Semiologi adalah ilmu tentang tanda-tanda. Penafsiran Semiotik tentang Arsitektur menyatakan bahwa suatu bangunan merupakan suatu tanda penyampaian informasi mengenai apakah ia sebenarnya dan apa yang dilakukannya. Sebuah bangunan berbentuk bagaikan piano akan menjual piano. Sebuah menara menjadi tanda bahwa bangunan itu adalah gereja. 

·         Teori linguistik
Teori Linguistik Perputaran perhatian pada budaya kritis postmodern juga mempengaruhi restrukturisasi pemikiran dari paradigma bahasa. Semiotik, strukturalisme, dan post-strukturalisme membentuk ulang literatur, filosofi, antropologi, sosiologi, dan aktivitas kritikal yang besar. • Semiotics Paradigma ini diparalelkan sebagai sebuah kebangkitan arti dan simbol pada dunia Arsitektur. Arsitektur mempelajari bagaimana arti dibawa dalam bahasa dan diaplikasikan terhadap ilmu melalui ‘linguistic analogy’ menjadi sebuah Arsitektur.  Sebagai perwujudan fungsi modern dimana bentuk yang menentukan, hal ini didebat dari inti bahasa, dimana obyek Arsitektur tersebut tidak mempunyai maksud lain, namun mampu membentuk suatu budaya.  Ahli bahasa Swiss, De Saussure memberi kontribusi utama, yaitu pembelajaran bahasa secara sinkron, dan pemeriksaan bagian bahasa dan hubungannya antar setiap bagian. De Saussure merupakan penemu ‘note signifier’, yang relasi strukturalnya ditandai dengan bahasa.  Sebagai dua komponen penting pada tanda, timbul ide: ‘bahasa merupakan sebuah sistem yang mempunyai masa bebas dimana setiap masa menghasilkan kesulitan dari kehadiran secara simultan terhadap yang lainnya.
   
Strukturalisme merupakan metode pembelajaran yang secara umum menuntut: ‘bentuk alami benda dapat dikatakan tidak terdapat pada benda itu sendiri, tetapi pada hubungan yang telah kita bangun dan buat diantara benda tersebut.’  Dunia dibentuk oleh bahasa, dimana struktur mempunyai hubungan yang berarti antara tanda, namun ada juga perbedaan antara struktur dan sistem bahasa pada saat tidak adanya masa yang positif. Struktural fokus pada kode, konvensi, dan proses pertanggungjawaban pada pekerjaan, dimana mampu menciptakan arti sosial yang tersedia. Sementara struktur yang telah menjadi dasar pada Linguistik dan Antropologi, merupakan sebuah persilangan disiplin. Penampilan dari Strukturalisme untuk Arsitektur Rasional sangat jelas melalui penjelasan metode berikut ini, yaitu bila salah satu pengganti Arsitektur bekerja untuk pekerjaan literatur: ‘Strukturalis mengambil bahasa sebagai sebuah model dan mencoba untuk membangun sebuah grammar - peralatan sistematik dari elemen dan kemungkinannya untuk kombinasi- yang akan dihitung untuk bentuk dan arti dari pekerjaan literatur.

• Post-Structuralism Sangat sulit untuk memisahkan Strukturalisme dan Post-Strukturalisme. Cara lain untuk menandai perubahan Strukturalisme menjadi Post-Strukturalisme, yaitu pergerakan dari memandang bahasa secara obyektif, memandangnya sebagai obyek yang tidak salah. Sebelum strukturalisme, tindakan interpretasi dilakukan untuk menemukan arti yang melibatkan tujuan dari pengarang atau pembaca; hal ini berarti dipertimbangkan secara jelas. Strukturalisme tidak mencoba menegaskan arti yang benar mengenai pekerjaan, atau untuk mengevaluasi pekerjaan dalam relasinya dengan peraturan-peraturan. Pada poststrukturalisme, hal tersebut menjadi tidak berarti, dan berada di bagian paling dasar. Menurut Foster pada ‘(Post)modern Polemics’, paradigma Poststrukturisasi mengajukan dua pertanyaan utama bagi Arsitektur Postmodern, yaitu status dari subyek dan bahasanya, dan status sejarah dan perwakilannya; dimana keduanya dibentuk dengan perwakilan sosial. Obyek dari post-strukturalis adalah untuk menampilkan segala sesuatu dalam kenyataan sebagai yang diberi kuasa oleh penulisnya, untuk merefleksikan mereka. Sebagai contoh, sejarah, merupakan implikasi yang subyektif.

 • Deconstruction  Dekonstruksi terlihat sebagai sebuah dasar pada pemikiran dari ‘Logocentrisme’ dan pondasi dari bentuk lain seperti Arsitektur. Jacques Derrida, seorang filsuf Perancis yang hampir selalu bekerja dengan yang berkaitan dengan Dekonstruksi, menjelajahi kegunaan dari teori ini untuk menentukan dasar dalam perdebatan, dan mengambil catatan untuk setiap catatan yang telah bertautan konsepnya.  Tujuan dari dekonstruksi adalah untuk menempatkan kategori filosofi dan menjadi seorang ahli, seperti membuat suatu bentuk menjadi bentuk lainnya yang bertentangan, seperti hadir atau tidak hadir. Derrida melihat Arsitektur sebagai sebuah pengendalian yang mengarah ke komunikasi dan transportasi pada bidang sosial, sama halnya dengan bidang ekonomi. Dekonstruksi merupakan bagian dari kritik Post Modern, yang tujuannya untuk mengakhiri dominasi Arsitektur Modern.
 
Melihat Arsitektur dalam sebuah konsep pesan dalam rancangan, maka Arsitektur ibarat Linguistik. Bentukan Arsitektur antara lain adalah bentukan yang memancarkan (transmisi) pesanpesan. Dalam hal memancarkan pesan ada pendapat bahwa ‘Pesan-pesan tidak boleh memungkinkan salah tafsir, oleh Wayne O’Attoe disebut Gramatikal. Pesan yang lain adalah ‘Terbuka untuk menghadirkan pesan secara serentak dan tidak menolak, biasanya disebut Semiotik. Lebih jauh dari itu, kajian khusus keterkaitan antara Arsitektur dengan Bahasa bisa ditelusuri dalam ilmu Semiotik dan Linguistik dalam Arsitektur. Ferdinand de Saussure mengembangkan bahasa sebagai suatu sistim tanda. Sudaryanto (1994) menyatakan hal yang sama bahwa Linguistik dikenal sebagai disiplin yang mengkaji bahasa, proses membahasa dan proses berbahasa. Semiotik dikenal sebagai disiplin yang mengkaji tanda, proses menanda dan proses menandai. Bahasa adalah sebuah jenis tanda tertentu. Dengan demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara Linguistik dan Semiotik. Penerapan teori Linguistik ke dalam disiplin-disiplin lain dikembangkan pada tahun 1960 – an, dengan penerapan aktif khususnya pada daerah Amerika Utara dan Selatan, Perancis, dan Italia.
 
Semiotik (istilah pilihan Charles Sanders Peirce), atau merupakan permulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda sistem dengan dimensi struktur (sintaktik) dan satu makna (sematik). Hubungan struktural menjepit menjadi satu, hubungan antara tanda dilakukan dengan makna,  oleh karena itu hubungan antara tanda dan objek mereka tunjukkan. Saussure merupakan penemu dari gagasan penanda dan yang ditandai, dimana hubungan struktural mengangkat tanda Linguistik. Bagian lain yang sama pent ide bahwa: ‘ Bahasa adalah suatu sistem dari istilah semata-mata berasal dari keberadaan bersama dengan yang lain Semiotika adalah cabang ilmu yang semula berke perkembangannya kemudian Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai sangat penting dalam kehidupan um tanda, tak akan bertahan hidup jugapun bangunan (Arsitektur Unsur-unsur bentuk dan unsur bukan hanya konsepsi. Imajinasi adalah suatu realita. Karena unsur dalam bahasa. 

Konsep Aplikasi Tematik Linguistik adalah pengkajian yang memiliki arti. Begitu pula dengan karya elemen-elemen pembentuk yang memiliki/memancarkan suatu makna/ar Dalam penerapan konsep Linguistik dalam Arsitektur, sangat erat kaitannya dengan lahirnya Arsitektur Post ModernMenurut Charles Jencks, dalam bentuk universal. Menurutnya kata-kata. Lima aspek yang menjadi dasar 1. All Architecture is invented and perceive through the cod architecture  and symbolic architecture. (Semua Arsitektur ditemukan dan dirasakan melalui kode Arsitektur dan symbol (istilah pilihan Charles Sanders Peirce), atau Semiologi (istilah dari Ferdinand de Saussure) merupakan permulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda sistem dengan dimensi struktur (sintaktik) dan satu makna (sematik).

Hubungan struktural menjepit tanda-tanda dan komponen menjadi satu, hubungan antara tanda-tanda merupakan hubungan Sintaktik. Hubungan oleh karena itu hubungan antara tanda dan objek mereka tunjukkan. Saussure merupakan penemu dari gagasan penanda dan yang ditandai, dimana hubungan struktural . Bagian lain yang sama penting dengan dua komponen dari tanda adalah dalah suatu sistem dari istilah-istilah yang bebas di mana mata berasal dari keberadaan bersama dengan yang lain ‘. adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa.

Dalam perkembangannya kemudian Semiotika bahkan merasuk pada semua segi kehidupan umat manusia. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai ‘teks’ atau ‘tanda’. Dalam konteks ini ‘tanda sangat penting dalam kehidupan umat manusia sehingga : ‘manusia yang tidak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup’. Struktur karya sastra, struktur film, nyanyian burung, atau begitu Arsitektur) dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. unsur bentuk dan unsur-unsur ruang dalam Arsitektur harus dilihat sebagai sebuah kenyataan bukan hanya konsepsi. Imajinasi adalah suatu realita. Karena unsur-unsur ini bagaikan kata demi kata

Konsep Aplikasi Tematik inguistik adalah pengkajian Arsitektur dalam bahasa komunikasi, bahasa terdiri dari kata yang memiliki arti. Begitu pula dengan karya-karya Arsitektural yang juga merupakan kumpulan dari elemen pembentuk yang memiliki/memancarkan suatu makna/arti.  Dalam penerapan konsep Linguistik dalam Arsitektur, sangat erat kaitannya dengan lahirnya enurut Charles Jencks, Post Modern berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal. Menurutnya Arsitektur identik dengan bahasa (linguistik) yang terdiri dari yang menjadi dasar Post Modern oleh Charles Jencks, antara lain : All Architecture is invented and perceive through the code, hence the languages of architecture  and symbolic architecture. r ditemukan dan dirasakan melalui kode-kode, disebabkan oleh bahasa Arsitektur dan symbol-simbol Arsitektur.)

emiologi (istilah dari Ferdinand de Saussure) merupakan permulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda sistem dengan dimensi struktur (sintaktik) tanda dan komponen-komponennya intaktik. Hubungan Sematik harus oleh karena itu hubungan antara tanda dan objek mereka tunjukkan.  De Saussure merupakan penemu dari gagasan penanda dan yang ditandai, dimana hubungan struktural ing dengan dua komponen dari tanda adalah istilah yang bebas di mana nilai dari tiap istilah mbang dalam bidang bahasa. Dalam bahkan merasuk pada semua segi kehidupan umat manusia. tanda’ memegang peranan manusia yang tidak mampu mengenal Struktur karya sastra, struktur film, nyanyian burung, atau begitu ) dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. harus dilihat sebagai sebuah kenyataan unsur ini bagaikan kata demi kata

Architecture is public language. Arsitektur merupakan sebuah bahasa publik)
Architecture is necessitates ornament (or patterns), which should be symbolic and
(Arsitektur mengharuskan ornament (atau pattern), yang harusnya menjadi symbol dan
Architecture necessitates metaphor and this should relate us to natural and cultural
(Arsitektur mengharuskan metafora dan ini menghubungkan kita pada alam dan perhatian
Berdasarkan hasil pengkajian, maka akan dicoba untuk menjabarkan secara teoritis hal menjadi implementasi dari konsep tematik objek yang akan dirancang dalam bentuk skema ehingga ditemukanlah beberapa konsep yang berpeluang akan diimplementasikan  ke dalam objek symbol, code, classic post modern, pattern, dan metafora.

Architecture is necessitates ornament (or patterns), which should be symbolic and
(Arsitektur mengharuskan ornament (atau pattern), yang harusnya menjadi symbol dan
relate us to natural and cultural dan ini menghubungkan kita pada alam dan perhatian
untuk menjabarkan secara teoritis hal-hal yang m bentuk skema dan tabel, akan diimplementasikan  ke dalam objek metafora.


·         Analogi biologi


Pandangan para ahli teori yang menganalogikan arsitektur sebagai analogi biologis berpendapat bahwa membangun adalah proses biologis…bukan proses estetis. Analogi biologis terdiri dari dua bentuk yaitu ‘organik’ (dikembangkan oleh Frank Lloyd Wright). Bersifat umum ; terpusat pada hubungan antara bagian-bagian bangunan atau antara bangunan dengan penempatannya/penataannya. dan ‘biomorfik’. Lebih bersifat khusus. ; terpusat pada pertumbuhan proses-proses dan kemampuan gerakan yang berhubungan dengan organisme.
Arsitektur organik FL Wright mempunyai 4 karakter sifat ;
a. Berkembang dari dalam ke luar, harmonis terhadap sekitarnya dan tidak dapat dipakai begitu saja.
b, Pembangunan konstruksinya timbul sesuai dengan bahan-bahan alami, apa adanya (kayu sebagai      kayu, batu sebagai batu, dll).
c. Elemen-elemen bangunannya bersifat terpusat (integral).
d. Mencerminkan waktu, massa, tempat dan tujuan.
Secara asli dalam arsitektur istilah organik berarti sebagian  untuk keseluruhan – keseluruhan untuk sebagian. Arsitektur Biomorfik kurang terfokus terhadap hubungan antara bangunan dan lingkungan dari pada terhadap proses-proses dinamik yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perubahan organisme. Biomorfik arsitektur berkemampuan untuk berkembang dan tumbuh melalui : perluasan, penggandaan, pemisahan, regenerasi dan perbanyakan. Contoh : kota yang dapat dimakan (Rudolf Doernach), struktur pnemuatik yang bersel banyak (Fisher, Conolly, Neumark, dll).

·                     Analogi Dramaturgi
Kegiatan-kegiatan manusia dinyatakan sebagai teater dimana seluruh dunia adalah panggungnya, karena itu lingkungan buatan dapat dianggap sebagai pentas panggung. Manusia memainkan peranan dan bangunan-bangunan merupakan rona panggung dan perlengkapan yang menunjang pagelaran panggung. Analogi dramaturgi digunakan dengan dua cara, dari titik pandang para aktor dan dari titik pandang para dramawan. Dalam hal pertama arsitek menyediakan alat-alat perlengkapan dan rona-rona yang diperlukan untuk memainkan suatu peranan tertentu. Dari titik pandang para dramawan, arsitek dapat menyebabkan orang bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan memberikan petunjuk-petunjuk visual. Pemanfaatan analogi dramaturgi ini membuat sang arsitek yang bertindak hampir seperti dalang, mengatur aksi seraya menunjangnya.
Jika kita amati perkembangannya (berdasarkan teori dan pandangan-pandangan di atas), masalah arsitektur adalah masalah yang berkaitan dengan fungsi, komunikasi dan keindahan. Mana yang paling penting, fungsi atau keindahan dan komunikasi sebagai sarana pemuasan emosional ,atau kedua-duanya? Setiap orang berhak untuk mengambil sikap atas pertanyaan ini. Cara pandang pemakai, pengamat dan arsitek seringkali tidak sama bahkan bertentangan. Oleh pemakai, arsitektur pada awalnya hanya dipandang sebagai obyek/produk/hasil yang muncul karena kebutuhan semata (untuk melindungi diri dari alam). Selanjutnya arsitektur dianggap harus memiliki nilai-nilai lain seperti komunikasi dan keindahan yang merupakan sarana pemuasan ’emosi’ (bagi pemakai, pengamat, atau arsitek?). Masalah fungsi, komunikasi dan estetika selalu menjadi perdebatan sejak jaman Barok, Renaissance sampai ke jaman arsitektur Post Modern. Persepsi nilai-nilai ini sangat berbeda sesuai dengan perbedaan budaya, masyarakat, tempat, teknologi, dan waktu.