·
Analogi
Bahasa/linguistic
Analogi Linguistik
menganut pandangan bahwa bangunan-bangunan dimaksudkan untuk menyampaikan
informasi kepada para pengamat dengan salah satu dari tiga cara sebagai
berikut:
• Model Tata bahasa Arsitektur dianggap
terdiri dari unsur-unsur (kata-kata) yang ditata menurut aturan (tata bahasa
dan sintaksis) yang memungkinkan masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu
cepat memahami dan menafsirkaa apa yang disampaikan oleh bangunan tersebut. lni
akan tercapai jika 'bahasa' yang digunakan adalah bahasa umum/publik yang
dimengerti semua orang.
• Model Ekspresionis Dalam hal ini bangunan
dianggap sebagai suatu wahana yang digunakan Arsitek untuk mengungkapakan
sikapnya terhadap proyek bangunan tersebut. Dalam hal ini Arsitek berusaha menggunakan 'bahasa'nya pribadi (parole).
Bahasa tersebut mungkin dimengerti orang lain dan mungkin juga tidak.
• Model Semiotik Semiologi adalah ilmu tentang
tanda-tanda. Penafsiran Semiotik tentang Arsitektur menyatakan bahwa suatu
bangunan merupakan suatu tanda penyampaian informasi mengenai apakah ia
sebenarnya dan apa yang dilakukannya. Sebuah bangunan berbentuk bagaikan piano
akan menjual piano. Sebuah menara menjadi tanda bahwa bangunan itu adalah
gereja.
·
Teori
linguistik
Teori Linguistik Perputaran perhatian pada budaya
kritis postmodern juga mempengaruhi restrukturisasi pemikiran dari paradigma
bahasa. Semiotik, strukturalisme, dan post-strukturalisme membentuk ulang
literatur, filosofi, antropologi, sosiologi, dan aktivitas kritikal yang besar.
• Semiotics Paradigma ini diparalelkan sebagai sebuah kebangkitan arti dan
simbol pada dunia Arsitektur. Arsitektur mempelajari bagaimana arti dibawa
dalam bahasa dan diaplikasikan terhadap ilmu melalui ‘linguistic analogy’
menjadi sebuah Arsitektur. Sebagai
perwujudan fungsi modern dimana bentuk yang menentukan, hal ini didebat dari
inti bahasa, dimana obyek Arsitektur tersebut tidak mempunyai maksud lain,
namun mampu membentuk suatu budaya. Ahli
bahasa Swiss, De Saussure memberi kontribusi utama, yaitu pembelajaran bahasa
secara sinkron, dan pemeriksaan bagian bahasa dan hubungannya antar setiap
bagian. De Saussure merupakan penemu ‘note signifier’, yang relasi
strukturalnya ditandai dengan bahasa.
Sebagai dua komponen penting pada tanda, timbul ide: ‘bahasa merupakan
sebuah sistem yang mempunyai masa bebas dimana setiap masa menghasilkan
kesulitan dari kehadiran secara simultan terhadap yang lainnya.
Strukturalisme
merupakan metode pembelajaran yang secara umum menuntut: ‘bentuk alami benda
dapat dikatakan tidak terdapat pada benda itu sendiri, tetapi pada hubungan
yang telah kita bangun dan buat diantara benda tersebut.’ Dunia dibentuk oleh bahasa, dimana struktur
mempunyai hubungan yang berarti antara tanda, namun ada juga perbedaan antara
struktur dan sistem bahasa pada saat tidak adanya masa yang positif. Struktural
fokus pada kode, konvensi, dan proses pertanggungjawaban pada pekerjaan, dimana
mampu menciptakan arti sosial yang tersedia. Sementara struktur yang telah
menjadi dasar pada Linguistik dan Antropologi, merupakan sebuah persilangan
disiplin. Penampilan dari Strukturalisme untuk Arsitektur Rasional sangat jelas
melalui penjelasan metode berikut ini, yaitu bila salah satu pengganti
Arsitektur bekerja untuk pekerjaan literatur: ‘Strukturalis mengambil bahasa
sebagai sebuah model dan mencoba untuk membangun sebuah grammar - peralatan
sistematik dari elemen dan kemungkinannya untuk kombinasi- yang akan dihitung
untuk bentuk dan arti dari pekerjaan literatur.
• Post-Structuralism
Sangat sulit untuk memisahkan Strukturalisme dan Post-Strukturalisme. Cara lain
untuk menandai perubahan Strukturalisme menjadi Post-Strukturalisme, yaitu
pergerakan dari memandang bahasa secara obyektif, memandangnya sebagai obyek
yang tidak salah. Sebelum strukturalisme, tindakan interpretasi dilakukan untuk
menemukan arti yang melibatkan tujuan dari pengarang atau pembaca; hal ini
berarti dipertimbangkan secara jelas. Strukturalisme tidak mencoba menegaskan
arti yang benar mengenai pekerjaan, atau untuk mengevaluasi pekerjaan dalam
relasinya dengan peraturan-peraturan. Pada poststrukturalisme, hal tersebut
menjadi tidak berarti, dan berada di bagian paling dasar. Menurut Foster pada
‘(Post)modern Polemics’, paradigma Poststrukturisasi mengajukan dua pertanyaan
utama bagi Arsitektur Postmodern, yaitu status dari subyek dan bahasanya, dan
status sejarah dan perwakilannya; dimana keduanya dibentuk dengan perwakilan
sosial. Obyek dari post-strukturalis adalah untuk menampilkan segala sesuatu
dalam kenyataan sebagai yang diberi kuasa oleh penulisnya, untuk merefleksikan
mereka. Sebagai contoh, sejarah, merupakan implikasi yang subyektif.
• Deconstruction Dekonstruksi terlihat sebagai sebuah dasar
pada pemikiran dari ‘Logocentrisme’ dan pondasi dari bentuk lain seperti
Arsitektur. Jacques Derrida, seorang filsuf Perancis yang hampir selalu bekerja
dengan yang berkaitan dengan Dekonstruksi, menjelajahi kegunaan dari teori ini
untuk menentukan dasar dalam perdebatan, dan mengambil catatan untuk setiap
catatan yang telah bertautan konsepnya.
Tujuan dari dekonstruksi adalah untuk menempatkan kategori filosofi dan
menjadi seorang ahli, seperti membuat suatu bentuk menjadi bentuk lainnya yang
bertentangan, seperti hadir atau tidak hadir. Derrida melihat Arsitektur
sebagai sebuah pengendalian yang mengarah ke komunikasi dan transportasi pada
bidang sosial, sama halnya dengan bidang ekonomi. Dekonstruksi merupakan bagian
dari kritik Post Modern, yang tujuannya untuk mengakhiri dominasi Arsitektur
Modern.
Melihat Arsitektur
dalam sebuah konsep pesan dalam rancangan, maka Arsitektur ibarat Linguistik.
Bentukan Arsitektur antara lain adalah bentukan yang memancarkan (transmisi)
pesanpesan. Dalam hal memancarkan pesan ada pendapat bahwa ‘Pesan-pesan tidak
boleh memungkinkan salah tafsir, oleh Wayne O’Attoe disebut Gramatikal. Pesan
yang lain adalah ‘Terbuka untuk menghadirkan pesan secara serentak dan tidak
menolak, biasanya disebut Semiotik. Lebih jauh dari itu, kajian khusus
keterkaitan antara Arsitektur dengan Bahasa bisa ditelusuri dalam ilmu Semiotik
dan Linguistik dalam Arsitektur. Ferdinand de Saussure mengembangkan bahasa
sebagai suatu sistim tanda. Sudaryanto (1994) menyatakan hal yang sama bahwa
Linguistik dikenal sebagai disiplin yang mengkaji bahasa, proses membahasa dan
proses berbahasa. Semiotik dikenal sebagai disiplin yang mengkaji tanda, proses
menanda dan proses menandai. Bahasa adalah sebuah jenis tanda tertentu. Dengan
demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara Linguistik dan Semiotik.
Penerapan teori Linguistik ke dalam disiplin-disiplin lain dikembangkan pada
tahun 1960 – an, dengan penerapan aktif khususnya pada daerah Amerika Utara dan
Selatan, Perancis, dan Italia.
Semiotik (istilah
pilihan Charles Sanders Peirce), atau merupakan permulaan bahasa secara ilmiah,
sebagai tanda sistem dengan dimensi struktur (sintaktik) dan satu makna
(sematik). Hubungan struktural menjepit menjadi satu, hubungan antara tanda
dilakukan dengan makna, oleh karena itu
hubungan antara tanda dan objek mereka tunjukkan. Saussure merupakan penemu
dari gagasan penanda dan yang ditandai, dimana hubungan struktural mengangkat
tanda Linguistik. Bagian lain yang sama pent ide bahwa: ‘ Bahasa adalah suatu
sistem dari istilah semata-mata berasal dari keberadaan bersama dengan yang
lain Semiotika adalah cabang ilmu yang semula berke perkembangannya kemudian
Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai sangat penting dalam kehidupan um tanda,
tak akan bertahan hidup jugapun bangunan (Arsitektur Unsur-unsur bentuk dan
unsur bukan hanya konsepsi. Imajinasi adalah suatu realita. Karena unsur dalam
bahasa.
Konsep Aplikasi Tematik
Linguistik adalah pengkajian yang memiliki arti. Begitu pula dengan karya
elemen-elemen pembentuk yang memiliki/memancarkan suatu makna/ar Dalam
penerapan konsep Linguistik dalam Arsitektur, sangat erat kaitannya dengan
lahirnya Arsitektur Post ModernMenurut Charles Jencks, dalam bentuk universal.
Menurutnya kata-kata. Lima aspek yang menjadi dasar 1. All Architecture is
invented and perceive through the cod architecture and symbolic architecture. (Semua Arsitektur
ditemukan dan dirasakan melalui kode Arsitektur dan symbol (istilah pilihan
Charles Sanders Peirce), atau Semiologi (istilah dari Ferdinand de Saussure)
merupakan permulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda sistem dengan dimensi
struktur (sintaktik) dan satu makna (sematik).
Hubungan struktural
menjepit tanda-tanda dan komponen menjadi satu, hubungan antara tanda-tanda
merupakan hubungan Sintaktik. Hubungan oleh karena itu hubungan antara tanda
dan objek mereka tunjukkan. Saussure merupakan penemu dari gagasan penanda dan
yang ditandai, dimana hubungan struktural . Bagian lain yang sama penting
dengan dua komponen dari tanda adalah dalah suatu sistem dari istilah-istilah
yang bebas di mana mata berasal dari keberadaan bersama dengan yang lain ‘.
adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa.
Dalam perkembangannya
kemudian Semiotika bahkan merasuk pada semua segi kehidupan umat manusia.
Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai ‘teks’ atau ‘tanda’. Dalam konteks ini
‘tanda sangat penting dalam kehidupan umat manusia sehingga : ‘manusia yang
tidak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup’. Struktur karya sastra,
struktur film, nyanyian burung, atau begitu Arsitektur) dapat dianggap sebagai
tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. unsur bentuk dan unsur-unsur ruang
dalam Arsitektur harus dilihat sebagai sebuah kenyataan bukan hanya konsepsi.
Imajinasi adalah suatu realita. Karena unsur-unsur ini bagaikan kata demi kata
Konsep Aplikasi Tematik
inguistik adalah pengkajian Arsitektur dalam bahasa komunikasi, bahasa terdiri
dari kata yang memiliki arti. Begitu pula dengan karya-karya Arsitektural yang
juga merupakan kumpulan dari elemen pembentuk yang memiliki/memancarkan suatu
makna/arti. Dalam penerapan konsep
Linguistik dalam Arsitektur, sangat erat kaitannya dengan lahirnya enurut Charles
Jencks, Post Modern berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal.
Menurutnya Arsitektur identik dengan bahasa (linguistik) yang terdiri dari yang menjadi dasar Post
Modern oleh Charles Jencks, antara lain : All Architecture is invented and
perceive through the code, hence the languages of architecture and symbolic architecture. r ditemukan dan
dirasakan melalui kode-kode, disebabkan oleh bahasa Arsitektur dan symbol-simbol
Arsitektur.)
emiologi (istilah dari
Ferdinand de Saussure) merupakan permulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda
sistem dengan dimensi struktur (sintaktik) tanda dan komponen-komponennya
intaktik. Hubungan Sematik harus oleh karena itu hubungan antara tanda dan
objek mereka tunjukkan. De Saussure
merupakan penemu dari gagasan penanda dan yang ditandai, dimana hubungan
struktural ing dengan dua komponen dari tanda adalah istilah yang bebas di mana
nilai dari tiap istilah mbang dalam bidang
bahasa. Dalam bahkan merasuk pada semua segi kehidupan umat manusia. tanda’
memegang peranan manusia yang tidak mampu mengenal Struktur karya sastra,
struktur film, nyanyian burung, atau begitu ) dapat dianggap sebagai tanda.
Segala sesuatu dapat menjadi tanda. harus dilihat sebagai sebuah kenyataan unsur
ini bagaikan kata demi kata
Architecture
is public language. Arsitektur merupakan sebuah bahasa publik)
Architecture
is necessitates ornament (or patterns), which should be symbolic and
(Arsitektur
mengharuskan ornament (atau pattern), yang harusnya menjadi symbol dan
Architecture
necessitates metaphor and this should relate us to natural and cultural
(Arsitektur
mengharuskan metafora dan ini menghubungkan kita pada alam dan perhatian
Berdasarkan
hasil pengkajian, maka akan dicoba untuk menjabarkan secara teoritis hal
menjadi implementasi dari konsep tematik objek yang akan dirancang dalam bentuk
skema ehingga ditemukanlah beberapa konsep yang berpeluang akan
diimplementasikan ke dalam objek symbol,
code, classic post modern, pattern, dan metafora.
Architecture
is necessitates ornament (or patterns), which should be symbolic and
(Arsitektur
mengharuskan ornament (atau pattern), yang harusnya menjadi symbol dan
relate
us to natural and cultural dan ini menghubungkan kita pada alam dan perhatian
untuk
menjabarkan secara teoritis hal-hal yang m bentuk skema dan tabel, akan
diimplementasikan ke dalam objek
metafora.
·
Analogi
biologi
Pandangan para ahli teori yang menganalogikan arsitektur
sebagai analogi biologis berpendapat bahwa membangun adalah proses
biologis…bukan proses estetis. Analogi biologis terdiri dari dua bentuk
yaitu ‘organik’ (dikembangkan oleh Frank Lloyd Wright).
Bersifat umum ; terpusat pada hubungan antara bagian-bagian bangunan atau
antara bangunan dengan penempatannya/penataannya. dan ‘biomorfik’. Lebih
bersifat khusus. ; terpusat pada pertumbuhan proses-proses dan kemampuan
gerakan yang berhubungan dengan organisme.
Arsitektur
organik FL Wright mempunyai 4 karakter sifat ;
a.
Berkembang dari dalam ke luar, harmonis terhadap sekitarnya dan tidak dapat
dipakai begitu saja.
b,
Pembangunan konstruksinya timbul sesuai dengan bahan-bahan alami, apa adanya
(kayu sebagai kayu, batu sebagai batu, dll).
c.
Elemen-elemen bangunannya bersifat terpusat (integral).
d.
Mencerminkan waktu, massa, tempat dan tujuan.
Secara asli
dalam arsitektur istilah organik berarti sebagian untuk keseluruhan –
keseluruhan untuk sebagian. Arsitektur Biomorfik kurang terfokus terhadap
hubungan antara bangunan dan lingkungan dari pada terhadap proses-proses
dinamik yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perubahan organisme. Biomorfik
arsitektur berkemampuan untuk berkembang dan tumbuh melalui : perluasan,
penggandaan, pemisahan, regenerasi dan perbanyakan. Contoh : kota yang dapat
dimakan (Rudolf Doernach), struktur pnemuatik yang bersel banyak (Fisher,
Conolly, Neumark, dll).
·
Analogi Dramaturgi
Kegiatan-kegiatan manusia dinyatakan sebagai teater dimana
seluruh dunia adalah panggungnya, karena itu lingkungan buatan dapat dianggap
sebagai pentas panggung. Manusia memainkan peranan dan bangunan-bangunan
merupakan rona panggung dan perlengkapan yang menunjang pagelaran panggung.
Analogi dramaturgi digunakan dengan dua cara, dari titik pandang para aktor dan
dari titik pandang para dramawan. Dalam hal pertama arsitek menyediakan
alat-alat perlengkapan dan rona-rona yang diperlukan untuk memainkan suatu
peranan tertentu. Dari titik pandang para dramawan, arsitek dapat menyebabkan
orang bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan memberikan petunjuk-petunjuk
visual. Pemanfaatan analogi dramaturgi ini membuat sang arsitek yang bertindak
hampir seperti dalang, mengatur aksi seraya menunjangnya.
Jika kita amati perkembangannya (berdasarkan
teori dan pandangan-pandangan di atas), masalah arsitektur adalah masalah yang
berkaitan dengan fungsi, komunikasi dan keindahan. Mana yang paling penting,
fungsi atau keindahan dan komunikasi sebagai sarana pemuasan emosional ,atau
kedua-duanya? Setiap orang berhak untuk mengambil sikap atas pertanyaan ini.
Cara pandang pemakai, pengamat dan arsitek seringkali tidak sama bahkan
bertentangan. Oleh pemakai, arsitektur pada awalnya hanya dipandang sebagai
obyek/produk/hasil yang muncul karena kebutuhan semata (untuk melindungi diri
dari alam). Selanjutnya arsitektur dianggap harus memiliki nilai-nilai lain
seperti komunikasi dan keindahan yang merupakan sarana pemuasan ’emosi’ (bagi
pemakai, pengamat, atau arsitek?). Masalah fungsi, komunikasi dan estetika
selalu menjadi perdebatan sejak jaman Barok, Renaissance sampai ke jaman
arsitektur Post Modern. Persepsi nilai-nilai ini sangat berbeda sesuai dengan
perbedaan budaya, masyarakat, tempat, teknologi, dan waktu.