Minggu, 28 Oktober 2018

KRITIK ARSITEKTUR PADA ANALOGI-ANALOGI

·         Analogi Bahasa/linguistic

Analogi Linguistik menganut pandangan bahwa bangunan-bangunan dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada para pengamat dengan salah satu dari tiga cara sebagai berikut:

 • Model Tata bahasa Arsitektur dianggap terdiri dari unsur-unsur (kata-kata) yang ditata menurut aturan (tata bahasa dan sintaksis) yang memungkinkan masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu cepat memahami dan menafsirkaa apa yang disampaikan oleh bangunan tersebut. lni akan tercapai jika 'bahasa' yang digunakan adalah bahasa umum/publik yang dimengerti semua orang.

 • Model Ekspresionis Dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu wahana yang digunakan Arsitek untuk mengungkapakan sikapnya terhadap proyek bangunan tersebut. Dalam hal ini Arsitek berusaha  menggunakan 'bahasa'nya pribadi (parole). Bahasa tersebut mungkin dimengerti orang lain dan mungkin juga tidak.

 • Model Semiotik Semiologi adalah ilmu tentang tanda-tanda. Penafsiran Semiotik tentang Arsitektur menyatakan bahwa suatu bangunan merupakan suatu tanda penyampaian informasi mengenai apakah ia sebenarnya dan apa yang dilakukannya. Sebuah bangunan berbentuk bagaikan piano akan menjual piano. Sebuah menara menjadi tanda bahwa bangunan itu adalah gereja. 

·         Teori linguistik
Teori Linguistik Perputaran perhatian pada budaya kritis postmodern juga mempengaruhi restrukturisasi pemikiran dari paradigma bahasa. Semiotik, strukturalisme, dan post-strukturalisme membentuk ulang literatur, filosofi, antropologi, sosiologi, dan aktivitas kritikal yang besar. • Semiotics Paradigma ini diparalelkan sebagai sebuah kebangkitan arti dan simbol pada dunia Arsitektur. Arsitektur mempelajari bagaimana arti dibawa dalam bahasa dan diaplikasikan terhadap ilmu melalui ‘linguistic analogy’ menjadi sebuah Arsitektur.  Sebagai perwujudan fungsi modern dimana bentuk yang menentukan, hal ini didebat dari inti bahasa, dimana obyek Arsitektur tersebut tidak mempunyai maksud lain, namun mampu membentuk suatu budaya.  Ahli bahasa Swiss, De Saussure memberi kontribusi utama, yaitu pembelajaran bahasa secara sinkron, dan pemeriksaan bagian bahasa dan hubungannya antar setiap bagian. De Saussure merupakan penemu ‘note signifier’, yang relasi strukturalnya ditandai dengan bahasa.  Sebagai dua komponen penting pada tanda, timbul ide: ‘bahasa merupakan sebuah sistem yang mempunyai masa bebas dimana setiap masa menghasilkan kesulitan dari kehadiran secara simultan terhadap yang lainnya.
   
Strukturalisme merupakan metode pembelajaran yang secara umum menuntut: ‘bentuk alami benda dapat dikatakan tidak terdapat pada benda itu sendiri, tetapi pada hubungan yang telah kita bangun dan buat diantara benda tersebut.’  Dunia dibentuk oleh bahasa, dimana struktur mempunyai hubungan yang berarti antara tanda, namun ada juga perbedaan antara struktur dan sistem bahasa pada saat tidak adanya masa yang positif. Struktural fokus pada kode, konvensi, dan proses pertanggungjawaban pada pekerjaan, dimana mampu menciptakan arti sosial yang tersedia. Sementara struktur yang telah menjadi dasar pada Linguistik dan Antropologi, merupakan sebuah persilangan disiplin. Penampilan dari Strukturalisme untuk Arsitektur Rasional sangat jelas melalui penjelasan metode berikut ini, yaitu bila salah satu pengganti Arsitektur bekerja untuk pekerjaan literatur: ‘Strukturalis mengambil bahasa sebagai sebuah model dan mencoba untuk membangun sebuah grammar - peralatan sistematik dari elemen dan kemungkinannya untuk kombinasi- yang akan dihitung untuk bentuk dan arti dari pekerjaan literatur.

• Post-Structuralism Sangat sulit untuk memisahkan Strukturalisme dan Post-Strukturalisme. Cara lain untuk menandai perubahan Strukturalisme menjadi Post-Strukturalisme, yaitu pergerakan dari memandang bahasa secara obyektif, memandangnya sebagai obyek yang tidak salah. Sebelum strukturalisme, tindakan interpretasi dilakukan untuk menemukan arti yang melibatkan tujuan dari pengarang atau pembaca; hal ini berarti dipertimbangkan secara jelas. Strukturalisme tidak mencoba menegaskan arti yang benar mengenai pekerjaan, atau untuk mengevaluasi pekerjaan dalam relasinya dengan peraturan-peraturan. Pada poststrukturalisme, hal tersebut menjadi tidak berarti, dan berada di bagian paling dasar. Menurut Foster pada ‘(Post)modern Polemics’, paradigma Poststrukturisasi mengajukan dua pertanyaan utama bagi Arsitektur Postmodern, yaitu status dari subyek dan bahasanya, dan status sejarah dan perwakilannya; dimana keduanya dibentuk dengan perwakilan sosial. Obyek dari post-strukturalis adalah untuk menampilkan segala sesuatu dalam kenyataan sebagai yang diberi kuasa oleh penulisnya, untuk merefleksikan mereka. Sebagai contoh, sejarah, merupakan implikasi yang subyektif.

 • Deconstruction  Dekonstruksi terlihat sebagai sebuah dasar pada pemikiran dari ‘Logocentrisme’ dan pondasi dari bentuk lain seperti Arsitektur. Jacques Derrida, seorang filsuf Perancis yang hampir selalu bekerja dengan yang berkaitan dengan Dekonstruksi, menjelajahi kegunaan dari teori ini untuk menentukan dasar dalam perdebatan, dan mengambil catatan untuk setiap catatan yang telah bertautan konsepnya.  Tujuan dari dekonstruksi adalah untuk menempatkan kategori filosofi dan menjadi seorang ahli, seperti membuat suatu bentuk menjadi bentuk lainnya yang bertentangan, seperti hadir atau tidak hadir. Derrida melihat Arsitektur sebagai sebuah pengendalian yang mengarah ke komunikasi dan transportasi pada bidang sosial, sama halnya dengan bidang ekonomi. Dekonstruksi merupakan bagian dari kritik Post Modern, yang tujuannya untuk mengakhiri dominasi Arsitektur Modern.
 
Melihat Arsitektur dalam sebuah konsep pesan dalam rancangan, maka Arsitektur ibarat Linguistik. Bentukan Arsitektur antara lain adalah bentukan yang memancarkan (transmisi) pesanpesan. Dalam hal memancarkan pesan ada pendapat bahwa ‘Pesan-pesan tidak boleh memungkinkan salah tafsir, oleh Wayne O’Attoe disebut Gramatikal. Pesan yang lain adalah ‘Terbuka untuk menghadirkan pesan secara serentak dan tidak menolak, biasanya disebut Semiotik. Lebih jauh dari itu, kajian khusus keterkaitan antara Arsitektur dengan Bahasa bisa ditelusuri dalam ilmu Semiotik dan Linguistik dalam Arsitektur. Ferdinand de Saussure mengembangkan bahasa sebagai suatu sistim tanda. Sudaryanto (1994) menyatakan hal yang sama bahwa Linguistik dikenal sebagai disiplin yang mengkaji bahasa, proses membahasa dan proses berbahasa. Semiotik dikenal sebagai disiplin yang mengkaji tanda, proses menanda dan proses menandai. Bahasa adalah sebuah jenis tanda tertentu. Dengan demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara Linguistik dan Semiotik. Penerapan teori Linguistik ke dalam disiplin-disiplin lain dikembangkan pada tahun 1960 – an, dengan penerapan aktif khususnya pada daerah Amerika Utara dan Selatan, Perancis, dan Italia.
 
Semiotik (istilah pilihan Charles Sanders Peirce), atau merupakan permulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda sistem dengan dimensi struktur (sintaktik) dan satu makna (sematik). Hubungan struktural menjepit menjadi satu, hubungan antara tanda dilakukan dengan makna,  oleh karena itu hubungan antara tanda dan objek mereka tunjukkan. Saussure merupakan penemu dari gagasan penanda dan yang ditandai, dimana hubungan struktural mengangkat tanda Linguistik. Bagian lain yang sama pent ide bahwa: ‘ Bahasa adalah suatu sistem dari istilah semata-mata berasal dari keberadaan bersama dengan yang lain Semiotika adalah cabang ilmu yang semula berke perkembangannya kemudian Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai sangat penting dalam kehidupan um tanda, tak akan bertahan hidup jugapun bangunan (Arsitektur Unsur-unsur bentuk dan unsur bukan hanya konsepsi. Imajinasi adalah suatu realita. Karena unsur dalam bahasa. 

Konsep Aplikasi Tematik Linguistik adalah pengkajian yang memiliki arti. Begitu pula dengan karya elemen-elemen pembentuk yang memiliki/memancarkan suatu makna/ar Dalam penerapan konsep Linguistik dalam Arsitektur, sangat erat kaitannya dengan lahirnya Arsitektur Post ModernMenurut Charles Jencks, dalam bentuk universal. Menurutnya kata-kata. Lima aspek yang menjadi dasar 1. All Architecture is invented and perceive through the cod architecture  and symbolic architecture. (Semua Arsitektur ditemukan dan dirasakan melalui kode Arsitektur dan symbol (istilah pilihan Charles Sanders Peirce), atau Semiologi (istilah dari Ferdinand de Saussure) merupakan permulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda sistem dengan dimensi struktur (sintaktik) dan satu makna (sematik).

Hubungan struktural menjepit tanda-tanda dan komponen menjadi satu, hubungan antara tanda-tanda merupakan hubungan Sintaktik. Hubungan oleh karena itu hubungan antara tanda dan objek mereka tunjukkan. Saussure merupakan penemu dari gagasan penanda dan yang ditandai, dimana hubungan struktural . Bagian lain yang sama penting dengan dua komponen dari tanda adalah dalah suatu sistem dari istilah-istilah yang bebas di mana mata berasal dari keberadaan bersama dengan yang lain ‘. adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa.

Dalam perkembangannya kemudian Semiotika bahkan merasuk pada semua segi kehidupan umat manusia. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai ‘teks’ atau ‘tanda’. Dalam konteks ini ‘tanda sangat penting dalam kehidupan umat manusia sehingga : ‘manusia yang tidak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup’. Struktur karya sastra, struktur film, nyanyian burung, atau begitu Arsitektur) dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. unsur bentuk dan unsur-unsur ruang dalam Arsitektur harus dilihat sebagai sebuah kenyataan bukan hanya konsepsi. Imajinasi adalah suatu realita. Karena unsur-unsur ini bagaikan kata demi kata

Konsep Aplikasi Tematik inguistik adalah pengkajian Arsitektur dalam bahasa komunikasi, bahasa terdiri dari kata yang memiliki arti. Begitu pula dengan karya-karya Arsitektural yang juga merupakan kumpulan dari elemen pembentuk yang memiliki/memancarkan suatu makna/arti.  Dalam penerapan konsep Linguistik dalam Arsitektur, sangat erat kaitannya dengan lahirnya enurut Charles Jencks, Post Modern berusaha menghadirkan yang lama dalam bentuk universal. Menurutnya Arsitektur identik dengan bahasa (linguistik) yang terdiri dari yang menjadi dasar Post Modern oleh Charles Jencks, antara lain : All Architecture is invented and perceive through the code, hence the languages of architecture  and symbolic architecture. r ditemukan dan dirasakan melalui kode-kode, disebabkan oleh bahasa Arsitektur dan symbol-simbol Arsitektur.)

emiologi (istilah dari Ferdinand de Saussure) merupakan permulaan bahasa secara ilmiah, sebagai tanda sistem dengan dimensi struktur (sintaktik) tanda dan komponen-komponennya intaktik. Hubungan Sematik harus oleh karena itu hubungan antara tanda dan objek mereka tunjukkan.  De Saussure merupakan penemu dari gagasan penanda dan yang ditandai, dimana hubungan struktural ing dengan dua komponen dari tanda adalah istilah yang bebas di mana nilai dari tiap istilah mbang dalam bidang bahasa. Dalam bahkan merasuk pada semua segi kehidupan umat manusia. tanda’ memegang peranan manusia yang tidak mampu mengenal Struktur karya sastra, struktur film, nyanyian burung, atau begitu ) dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. harus dilihat sebagai sebuah kenyataan unsur ini bagaikan kata demi kata

Architecture is public language. Arsitektur merupakan sebuah bahasa publik)
Architecture is necessitates ornament (or patterns), which should be symbolic and
(Arsitektur mengharuskan ornament (atau pattern), yang harusnya menjadi symbol dan
Architecture necessitates metaphor and this should relate us to natural and cultural
(Arsitektur mengharuskan metafora dan ini menghubungkan kita pada alam dan perhatian
Berdasarkan hasil pengkajian, maka akan dicoba untuk menjabarkan secara teoritis hal menjadi implementasi dari konsep tematik objek yang akan dirancang dalam bentuk skema ehingga ditemukanlah beberapa konsep yang berpeluang akan diimplementasikan  ke dalam objek symbol, code, classic post modern, pattern, dan metafora.

Architecture is necessitates ornament (or patterns), which should be symbolic and
(Arsitektur mengharuskan ornament (atau pattern), yang harusnya menjadi symbol dan
relate us to natural and cultural dan ini menghubungkan kita pada alam dan perhatian
untuk menjabarkan secara teoritis hal-hal yang m bentuk skema dan tabel, akan diimplementasikan  ke dalam objek metafora.


·         Analogi biologi


Pandangan para ahli teori yang menganalogikan arsitektur sebagai analogi biologis berpendapat bahwa membangun adalah proses biologis…bukan proses estetis. Analogi biologis terdiri dari dua bentuk yaitu ‘organik’ (dikembangkan oleh Frank Lloyd Wright). Bersifat umum ; terpusat pada hubungan antara bagian-bagian bangunan atau antara bangunan dengan penempatannya/penataannya. dan ‘biomorfik’. Lebih bersifat khusus. ; terpusat pada pertumbuhan proses-proses dan kemampuan gerakan yang berhubungan dengan organisme.
Arsitektur organik FL Wright mempunyai 4 karakter sifat ;
a. Berkembang dari dalam ke luar, harmonis terhadap sekitarnya dan tidak dapat dipakai begitu saja.
b, Pembangunan konstruksinya timbul sesuai dengan bahan-bahan alami, apa adanya (kayu sebagai      kayu, batu sebagai batu, dll).
c. Elemen-elemen bangunannya bersifat terpusat (integral).
d. Mencerminkan waktu, massa, tempat dan tujuan.
Secara asli dalam arsitektur istilah organik berarti sebagian  untuk keseluruhan – keseluruhan untuk sebagian. Arsitektur Biomorfik kurang terfokus terhadap hubungan antara bangunan dan lingkungan dari pada terhadap proses-proses dinamik yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perubahan organisme. Biomorfik arsitektur berkemampuan untuk berkembang dan tumbuh melalui : perluasan, penggandaan, pemisahan, regenerasi dan perbanyakan. Contoh : kota yang dapat dimakan (Rudolf Doernach), struktur pnemuatik yang bersel banyak (Fisher, Conolly, Neumark, dll).

·                     Analogi Dramaturgi
Kegiatan-kegiatan manusia dinyatakan sebagai teater dimana seluruh dunia adalah panggungnya, karena itu lingkungan buatan dapat dianggap sebagai pentas panggung. Manusia memainkan peranan dan bangunan-bangunan merupakan rona panggung dan perlengkapan yang menunjang pagelaran panggung. Analogi dramaturgi digunakan dengan dua cara, dari titik pandang para aktor dan dari titik pandang para dramawan. Dalam hal pertama arsitek menyediakan alat-alat perlengkapan dan rona-rona yang diperlukan untuk memainkan suatu peranan tertentu. Dari titik pandang para dramawan, arsitek dapat menyebabkan orang bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan memberikan petunjuk-petunjuk visual. Pemanfaatan analogi dramaturgi ini membuat sang arsitek yang bertindak hampir seperti dalang, mengatur aksi seraya menunjangnya.
Jika kita amati perkembangannya (berdasarkan teori dan pandangan-pandangan di atas), masalah arsitektur adalah masalah yang berkaitan dengan fungsi, komunikasi dan keindahan. Mana yang paling penting, fungsi atau keindahan dan komunikasi sebagai sarana pemuasan emosional ,atau kedua-duanya? Setiap orang berhak untuk mengambil sikap atas pertanyaan ini. Cara pandang pemakai, pengamat dan arsitek seringkali tidak sama bahkan bertentangan. Oleh pemakai, arsitektur pada awalnya hanya dipandang sebagai obyek/produk/hasil yang muncul karena kebutuhan semata (untuk melindungi diri dari alam). Selanjutnya arsitektur dianggap harus memiliki nilai-nilai lain seperti komunikasi dan keindahan yang merupakan sarana pemuasan ’emosi’ (bagi pemakai, pengamat, atau arsitek?). Masalah fungsi, komunikasi dan estetika selalu menjadi perdebatan sejak jaman Barok, Renaissance sampai ke jaman arsitektur Post Modern. Persepsi nilai-nilai ini sangat berbeda sesuai dengan perbedaan budaya, masyarakat, tempat, teknologi, dan waktu.