Jumat, 21 Desember 2018

KRITIK KARYA ARSITEK IAI ( KRITIK DESKRIPTIF )

KRITIK DESKRIPTIF

Definisi :
Bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan, atau semata-mata membantu orang melihat apa yang sesungguhnya ada. Kritik ini berusaha mencirikan fakta-fakta yang menyangkut sesuatu lingkungan tertentu. Dibanding metode kritik lain kritik deskriptif tampak lebih nyata (factual).

·         Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
·         Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
·         Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya.
·         Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.

Metode
1.      Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
Depictive cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik karena ia tidak didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah bangunan. Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi disana. Masyarakat cenderung memandang dunia sesuai dengan keterbatasan pengalaman masa lalunya, maka melalui perhatian yang jeli terhadap aspek tertentu bangunan dan menceritakan kepada kita apa yang telah dilihat, kritik depiktif telah menjadi satu metode penting untuk membangkitkan satu catatan pengalaman baru seseorang. Kritik depiktif tidak butuh pernyataan betul atau salah karena penilaian dapat menjadi bias akibat pengalaman seseorang di masa lalunya. Kritik depiktif lebih mengesankan sebagai seorang editor atau reporter, yang menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu aspek bangunan agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau advocate.

·         Static (Secara Grafis)
Depictive criticism dalam aspek static memfocuskan perhatian pada elemen-elemen, bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture). Penelusuran aspek static dalam depictive criticism seringkali digunakan oleh para kritikus untuk memberi pandangan kepada pembaca agar memahami apa yang telah dilihatnya sebelum menentukan penafsiran terhadap apa yang dilihatnya kemudian. Penggunaan media grafis dalam depictive critisim dapat dengan baik merekam dan mengalihkan informasi bangunan secara non verbal tanpa kekhawatiran terhadap bias. Aspek static depictive criticism dapat dilakukan melalui beberapa cara survey antara lain : fotografi, diagram, pengukuran dan deskripsi verbal (kata-kata).

·         Dynamic (Secara Verbal)
Tidak seperti aspek static, aspek dinamik depictive mencoba melihat bagaimana bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat. Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui Bagaimana manusia bergerak melalui ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana? Pengalaman apa yang telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik? Bagaimana bangunan dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang ada didalamnya dan disekitarnya?

·         Process (Secara Prosedural)
Merupakan satu bentuk depictive criticism yang menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu. Bila kritik yang lain dibentuk melalui pengkarakteristikan informasi yang datang ketika bangunan itu telah ada, maka kritik depiktif (aspek proses) lebih melihat pada langkah-langkah keputusan dalam proses desain yang meliputi :
Ø  Kapan bangunan itu mulai direncanakan,
Ø  Bagaimana perubahannya,
Ø  Bagaimana ia diperbaiki,
Ø  Bagaimana proses pembentukannya.

2.      Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist (penciptanya), khususnya aktifitas yang telah dilakukannya. Memahami dengan logis perkembangan sang artis sangat diperlukan untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya pada karya-karyanya secara spesifik.
Sejak Renaisance telah ada sebagian perhatian pada kehidupan pribadi sang artis atau arsitek dan perhatian yang terkait dengan kejadian-kejadian dalam kehidupannya dalam memproduksi karya atau bangunan. Misalnya, bagaimana pengaruh kesukaan Frank Lyod Fright waktu remaja pada permainan Froebel Bloks (permainan lipatan kertas) terhadap karyanya? Bagaimana pengaruh karier lain Le Corbusier sebagai seorang pelukis? Bagaimana pengaruh hubungan Eero Sarinen dengan ayahnya yang juga arsitek? Informasi seperti ini memberi kita kesempatan untuk lebih memahami dan menilai bangunan-bangunan yang dirancangnya.

3.      Contextual Criticism ( Persitiwa)
Untuk memberikan lebih ketelitian untuk lebih mengerti suatu bangunan, diperlukan beragam informasi dekriptif, informasi seperti aspek-aspek tentang sosial, politikal, dan ekonomi konteks bangunan yang telah didesain. Kebanyakan kritikus tidak mengetahui rahasia informasi mengenai faktor yang mempengaruhi proses desain kecuali mereka pribadi terlibat. Dalam kasus lain, ketika kritikus memiliki beberapa akses ke informasi, mereka tidak mampu untuk menerbitkannya karena takut tindakan hukum terhadap mereka. Tetapi informasi yang tidak kontroversial tentang konteks suatu desain suatu bangunan terkadang tersedia

·         Kelebihan Kritik Deskriptif
Dengan kritik deskriptif kita bisa mengetahui suatu karya hingga ke seluk beluknya. Metode dari deskriptif ini dapat di kritisi secara induktif, dari hal yang umum ke khusus ataupun deduktif dari hal yang khusus ke umum. Metode kritik ini tidak bertujuan untuk pengembangan karya selanjutnya seperti metode impresionis yang menggunakan hasil kritik untuk karya selanjutnya.
·         Kekurangan Kritik Deskriptif
Hanya menjelaskan secara singkat tentang isi, proses, dan pencipta sebuah karya.

Rumah Miring Rungkut

1. Desain Eksterior View 1
Lazimnya, rumah tinggal dirancang berdasar pada kebutuhan kegiatan sehari-hari, berpijak pada keunikan site atau berasal dari kemauan dan keinginan klien. Jarang sekali rumah yang dibuat berdasarkan kebutuhan akan kegiatan ibadah. Jika akan melakukan ibadah shalat atau ibadah lain, maka penghuni rumah/tamu bisa memakai kamar tidur atau ruang tamu. Meskipun ada juga rumah yang secara khusus menyediakan mushola, tetapi mushola itu arah hadapnya tidak mengarah ke kiblat. Maka ketika shalat harus dalam posisi menyerong terhadap orientasi ruangnya.
Rumah Miring yang berlokasi di jalan Medokan Asri Timur, Surabaya ini menjadi unik justru karena menjadikan mushola dan arah kiblat itu sebagai pijakan awal dalam mendesain. Pada tahap pertama, yang menjadi genesis (awal-mula) desain rumah ini adalah mushola dengan arah hadap ke kiblat yang diperhitungkan secara persis. Sedangkan rumahnya sendiri didesain dengan menyesuaikan bentuk site dan jalan di depannya. Lalu terjadilah ketidaksamaan orientasi antara mushola dan rumah, hal itulah yang memicu kemiringan di rumah ini, maka kemudian dinamakan Rumah Miring.
Konsep Miring tersebut kemudian dielaborasi secara konseptual untuk hampir semua elemen dan komponen bangunan yang ada pada rumah, mulai dari bentuk, fasade, landscape, jendela, pagar, carport, teras, bahkan hingga ke overstek yang menaungi jendela dari panas/hujan. Jadi, berawal dari konsep kiblat sebagai orientasi shalat, lalu secara kreatif dibawa ke dalam konteks desain rumah secara keseluruhan.

3. Detail Fasad
Sedangkan dari sisi tampilannya, rumah ini mengambil tema monolith, yakni bangunan digubah agar terlihat sebagai sebuah massa besar yang utuh, tanpa disambung-sambung. Kesan tersebut didapat dari penyelesaian eksterior yang hampir total memakai semen, sekaligus mengekspos tampilan semen tersebut sebagai elemen estetis. Dinding luar pada lantai 1 menggunakan semen aci dan dinding lantai 2 memakai semen plester, sehingga membentuk sebuah batas perseptual antara semen plester yang kasar dan semen aci yang halus. Sedangkan area carport di-finish menggunakan semen roll.
Untuk mengimbangi kesan monolith yang kuat tersebut, maka dipilih pagar dan railing dari bahan metal yang berlubang-lubang. Pagar depan rumah, railing tangga, teralis dari material expanded metal sheet, dan untuk pintu carport serta garasi dari perforated metal. Elemen metal ini juga diulang pada perabot rumah, yang digabung dengan penggunaan kayu palet (sisa peti kemas), semakin menambah kuatnya kesan lugas pada rumah ini. Penyelesaian dengan semen kasar dan tampilan kayu palet dengan tekstur yang khas menjadi sebuah paduan yang apik, terlihat kontras antara kesan semen yang gelap, kaku, dingin dan dengan kesan kayu yang cerah dan hangat.

13. Maket Studi
Bentuk massa rumah ini berupa dua box yang dipotong (di-peges) pada bagian atasnya, maka menjadi bentukan yang miring. Kemiringan dua box ini juga berbeda, box yang depan dipotong sehingga meninggi ke kiri, sedangkan box yang belakang meninggi ke arah kanan. Dengan penyelesaian menggunakan beton aci, beton plester dan beton roll, memang memberi nuansa berat dan kaku. Namun, di lingkungannya, rumah ini mampu hadir secara natural dan implosif, Justru dengan tampil cool seperti itu, maka menjadi penarik perhatian bagi sekitar. Massa-massa yang miring, juga kaca besar yang miring di bagian pojok depan, menambah intensitas karakter miring rumah ini.
Munculnya bentuk miring yang simple pada massa bangunan berasal dari bagian atap rumah yang dibuat dari cor beton yang miring, sekaligus menggantikan fungsi plafon. Jadi, secara umum rumah ini menerapkan prinsip low maintenance atau biaya pemeliharaan yang rendah, tidak perlu dicat, tidak perlu memasang dan mengganti plafon, dan lain-lain.

5. Ruang Keluarga
Rumah ini berdiri di atas tanah seluas 14 X 25 meter persegi, sedangkan luas lantai dasar bangunannya sekitar 128 meter persegi, sedangkan untuk total luas Bangunan 2 lantai adalah 238 meter persegi. Open space-nya lebih dari 60% dari luas lahannya. Maka rumah ini masih menyisakan ruang luar yang luas yang keempat sisinya. Jadi, posisi rumah ini berada di tengah, tidak menempel dengan dinding tetangga. Hal ini juga sebagai respon terhadap iklim tropis, sehingga lebih leluasa memberi bukaan-bukaan yang lebar di keempat sisi, agar mudah memasukkan angin dan cahaya ke dalam ruang-ruangnya.
Karena tanah di lokasi ini adalah tanah gerak, maka memakai pondasi mini-pile, agar keberadaan rumah ini sekarang dan nantinya tidak mengganggu keberadaan bangunan atau rumah di sekitarnya. Di sekeliling bangunan rumah ini diberi hamparan kerikil, untuk menetralisir percikan air hujan. Pagar di samping rumah yang terbuat dari roster kotak, berfungsi sebagai pembatas antara ruang luar area depan dan area tengah.
Landscape diolah dengan penanaman tanaman yang tematik juga, yaitu dengan menanam pohon pule yang berkarakter besar dan kokoh, dimbangi dengan pohon ketapang kencana yang cenderung vertikal, dengan cabang-cabang yang teratur. Juga ditambah dengan ekor tupai yang merupakan tanaman perdu, sebagai penyeimbang dari dua jenis tanaman lainnya.

6. Kamar Tidur Utama View 1
Dalam prosesi memasuki rumah ini, di bagian depan kita disambut oleh teras luar dibuat berbentuk miring juga, dengan material dari kayu ulin sehingga menjadi wood-deck yang cukup hangat di bagian depan rumah, yang setelah jam 3 siang menjadi area teduh yang sangat nyaman untuk bersantai bagi keluarga.
Memasuki rumah, terlihat interior rumah dirancang dengan menyesuaikan eksterior, material perabot hampir seluruhnya menggunkana metal yang digabung dengan kayu palet (sisa peti kemas). Dindingnya menggunakan semen aci, sama dengan dinding luar. Bahkan lantainya juga memakai keramik dengan warna semen.
Lantai bawah merupakan area semi publik dan servis. Di ruang tamu, dinding background-nya berupa pasangan bata ekspos. Bata-bata ini seakan memecah suasana yang dipenuhi finishing semen menjadi lebih berwarna. Lalu berikutnya ada ruang kerja, ruang keluarga dan ruang makan. Meja makan dibuat dari bahan kayu jati solid, yang memperlihatkan tekstur aslinya. Di samping itu, dapur juga tak luput dari tema semen, meja dapur dan pantry berupa cor beton yang menerus dengan dinding, dipadu dengan bahan kayu palet.
Pada bagian paling belakang adalah mushola yang menjadi titik pijak desain. Mushola ini bukan hanya untuk sholat, tetapi sebagai tempat kegiatan ibadah lain juga, seperti kegiatan mengaji keluarga dan juga pengajian bersama untuk warga sekitar. Mushola ini dilengkapi tempat wudlu agar tidak kesulitan ketika akan menjalankan ibadah. Karena fungsinya yang khusus ini, maka desainnya dibuat agak berbeda, dengan lantai keramik bertema vintage dan dinding roster. juga ada aksentuasi batu bata seperti di bagian ruang tamu yang diulang kembali di sini.
Railing tangga menuju lantai atas terbuat dari bahan metal dan menjadi sebuah artwork yang cukup menarik perhatian. Dengan jarak yang acak, railing tangga seakan memecah irama yang monoton dari bentuk tangga itu sendiri. Pijakan tangga memakai keramik bertekstur kasar agar lebih safe bagi penghuni ketika naik-turun tangga.
Di lantai atas yang merupakan area privat, kamar tidur untuk anak laki-laki dan orang tua dibuat dengan lantai keramik vintage, dengan perabot juga memakai bahan metal dan kayu palet. Untuk kamar tidur utama, lantainya menggunakan kayu jati, sedangkan lantai kamar mandinya menggunakan keramik vintage.
Atap yang tinggi tanpa plafon, ditambah banyak bukaan, membuat angin sangat leluasa mengalir ke dalam rumah. Warna semen memberi suasana yang berbeda dengan nature-nya yang kasar dan rustic, membuat rumah ini mampu membuktikan bahwa yang monolith pun juga bisa mengadopsi aspek-aspek tropis.

Nama Proyek: Rumah Miring Rungkut
Lokasi Proyek: Medokan Asri Timur, Rungkut, Surabaya
Luas Tanah/Bangunan: 350/238 m2
Tahun: 2014-2015
Arsitek: Andy Rahman. A, ST. IAI dan Abdi Manaf. R, ST
Desainer Interior: Anindita Caesarayi Putri, ST
Teks: Anas Hidayat
Maket: Alfin Noor
Foto Maket: Mansyur Hasan

SUMBER:http://www.andyrahmanarchitect.com/projects/?pageload=detpro&idpro=79&nf=Residential