Rabu, 18 Oktober 2017

HUKUM DAN PERATURAN UU NO. 28 TAHUN 2002 DAN PP NO. 36 TAHUN 2005

TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH HUUM DAN PERANATA PEMBANGUNAN
“HUKUM DAN PERATURAN UU NO. 28 TAHUN 2002 DAN PP NO. 36 TAHUN 2005”


Hasil gambar untuk logo gunadarma 

DISUSUN OLEH :
RESA FEBIYANTO ROMADHON
25315767
         



FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017/2018





KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUKUM DAN PERATURAN UU NO. 28 TAHUN 2002 DAN PP NO. 36 TAHUN 2005” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memudahkan dan melancarkan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.


       Jakarta, 17 oktober 2017


Penulis







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Hukum pranata pembangunan “ suatu peraturan interaksi pelaku pembangunan untuk menghasilkan tata ruang suatu daerah menjadi lebih berkualitas dan kondusif.Hukumpranata pembangunan untuk menyempurnakan tatanan pembangunan pemukiman yang lebih teratur,berkualitas dan berkondusif bagi pengguna dan pemerintah daerah.Dikarenakan kurangnya lahan terbuka untuk penghijauan dan resapan air hujan untuk cadangan air tanah dalam suatu kawasan/daerah. Pelaku pembangunan ini meliputi Arsitektur, pengembang, kontraktor, dinas tata kota dan badan hukum.

Dalam arsitektur khususnya Hukum Pranata Pembangunan lebih memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan hidup yang berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan binaan. Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu yang terkait seperti adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Hukum pranata pembangunan di Indonesia dapat bersumber dari Surat Kontrak kerja, Surat Perjanjian Pemborongan, atau Surat jual beli bangunan.

Nyatanya banyak kasus yang terjadi dan banyak pelanggaran yang diciptakan seperti proses pembangunan yang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pekerjaan pembangunan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja, Anggaran yang melebihi dari rencana anggaran biaya, Pengawasan dalam proses pembangunan yang tidak maksimal, dan pembangunan yang tidak sesuai dengan prosedur yang berkaidah terhadap Hukum Pranata Pembangunan. Oleh karena itu, perlu adanya dari pihak Pemerintah dan Pihak Pembangunan menginformasikan lebih lanjut kepada masyarakat tentang Hukum Pranata Pembangunan serta penegakan hukum yang lebih tegas.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana permasalahan tentang hukum pranata pembangunan?
2.      Bagaimana arti pentingnya hukum pranata pebangunan?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah
1.    Mengetahui permasalahan hukum pranata pembangunan
2.    Mengetahui arti pentingnya hukum pranata pembagunan arsitektur di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum dan peraturan UUNO.28 TAHUN 2002
Pada dasarnya bangunan gedung memegang peranan yang sangat penting sebagai tempat dimana manusia melakukan kegiatannya sehari-hari. Pengaturan bangunan gedung secara khusus dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UU Bangunan Gedung”). Pengetahuan mengenai UU Bangunan Gedung ini menjadi penting mengingat hal-hal yang diatur dalam UU Bangunan Gedung tidak hanya diperuntukan bagi pemilik bangunan gedung melainkan juga bagi pengguna gedung serta masyarakat. Diatur dalam UU Bangunan Gedung, pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
Secara umum UU Bangunan Gedung mengatur tentang beberapa hal yaitu antara lain:
Fungsi Bangunan Gedung
Dalam UU Bangunan Gedung diatur bahwa setiap bangunan gedung memiliki fungsi antara lain fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus. Fungsi bangunan gedung ini yang nantinya akan dicantumkan dalam Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”). Dalam hal terdapat perubahan fungsi bangunan gedung dari apa yang tertera dalam IMB, perubahan tersebut wajib mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.
Persyaratan Bangunan Gedung
Persyaratan bangunan gedung dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung dimana diatur bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi kedua persyaratan tersebut.
1.       Yang masuk dalam ruang lingkup persyaratan administratif bangunan gedung ini yaitu:
o    persyaratan status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
o    status kepemilikan bangunan gedung; dan
o    izin mendirikan bangunan gedung.
2.       Sementara itu, persyaratan teknis bangunan gedung dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) yaitu meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
·         Ruang lingkup persyaratan tata bangunan yaitu meliputi:
a) Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, yaitu berhubungan dengan persyaratan peruntukan lokasi bangunan gedung yang tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum, serta ketinggian gedung;
b) Arsitektur bangunan gedung; dan
c) Persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yaitu persyaratan pengendalian dampak lingkungan yang hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Persyaratan terhadap dampak lingkungan ini sendiri berpedoman pada undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mengatur tentang kewajiban setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup untuk wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
·         Persyaratan keandalan bangunan gedung, persyaratan ini ditetapkan berdasarkan fungsi masing-masing bangunan gedung yang secara umum meliputi persyaratan:
a) keselamatan, yaitu berkenaan dengan persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dengan melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif serta bahaya petir melalui sistem penangkal petir;
b) kesehatan, yaitu berkenaan dengan persyaratan sistem sirkulasi udara, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung;
c) kenyamanan, yaitu berkenaan dengan kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan; dan
d) kemudahan, yaitu berkenaan dengan kemudahan akses bangunan gedung, termasuk tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi penyandang cacat dan lanjut usia, serta penyediaan fasilitas yang cukup untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, toilet, tempat parkir, tempat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Penyelenggaraan bangunan gedung tidak hanya terdiri dari penggunaan bangunan gedung, melainkan juga meliputi kegiatan:
1.       Pembangunan, yang dilakukan oleh penyedia jasa konstruksi melalui tahapan perencanaan dan pelaksanaan dengan diawasi pembangunannya oleh pemilik bangunan gedung. Pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk IMB. Pembangunan bangunan gedung ini sendiri dapat dilakukan baik di tanah milik sendiri maupun di tanah milik pihak lain.
2.       Pemanfaatan, yang dilakukan oleh pemilik atau pengguna bangunan gedung setelah bangunan gedung tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi. Bangunan gedung dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi apabila telah memenuhi persyaratan teknis. Agar persyaratan laik fungsi suatu bangunan gedung tetap terjaga, maka pemilik gedung atau pengguna bangunan gedung wajib melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala terhadap bangunan gedung.
3.       Pelestarian, yang dilakukan khusus untuk bangunan gedung yang ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.
4.       Pembongkaran, alasan-alasan bangunan gedung dapat dibongkar apabila bangunan gedung yang ada:
o    tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
o    dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau lingkungannya;
o    tidak memiliki IMB.
Selain mengatur tentang persyaratan bangunan gedung, UU Bangunan gedung juga mengatur mengenai hak dan kewajiban pemilik bangunan.
1.       Pemilik bangunan gedung mempunyai hak yaitu antara lain:
o    melaksanakan pembangunan bangunan gedung setelah mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan;
o    mendapatkan surat ketetapan serta insentif untuk bangunan gedung dan/atau lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah Daerah;
o    mengubah fungsi bangunan setelah mendapat izin tertulis dari Pemerintah Daerah;
o    mendapatkan ganti rugi apabila bangunannya dibongkar oleh Pemerintah Daerah atau pihak lain yang bukan diakibatkan oleh kesalahannya.
2.       Pemilik bangunan gedung mempunyai kewajiban yaitu antara lain:
o    melaksanakan pembangunan sesuai dengan rencana teknis bangunan gedung;
o    memiliki IMB;
o    meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahan rencana teknis bangunan gedung pada tahap pelaksanaan bangunan.
3.       Pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai hak yaitu antara lain:
o    mengetahui tata cara atau proses penyelenggaraan bangunan gedung;
o    mendapatkan keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan dibangun;
o    mendapatkan keterangan tentang ketentuan persyaratan keandalan dan kelayakan bangunan gedung;
o    mendapatkan keterangan tentang bangunan gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan.
4.       Pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai kewajiban yaitu antara lain:
o    memanfaatkan serta memelihara bangunan gedung sesuai dengan fungsinya secara berkala;
o    melengkapi petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan gedung;
o    membongkar bangunan gedung yang telah ditetapkan dapat mengganggu keselamatan dan ketertiban umum serta tidak memiliki perizinan yang disyaratkan.
Peran Masyarakat
Sebagai bagian dari pengguna bangunan gedung, dalam UU Bangunan Gedung juga mengatur mengenai peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang mencakup:
1.       pemantauan penyelenggaraan bangunan gedung;
2.       memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis untuk bangunan gedung;
3.       menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang terhadap penyusunan rencana tata bangunan, rencana teknis bangunan gedung dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan;
4.       melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
Sanksi
Berkenaan dengan sanksi dalam hal adanya pelanggaran atas UU Bangunan Gedung, pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Yang masuk dalam ruang lingkup sanksi administratif yaitu dapat diberlakukan pencabutan IMB sampai dengan pembongkaran bangunan gedung serta dapat dikenakan sanksi denda maksimal 10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan yang sedang maupun telah dibangun. Sedangkan sanksi pidana yang diatur dalam UU Bangunan Gedung ini dapat berupa sanksi kurungan penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun penjara dan/atau pidana denda paling banyak 20% (dua puluh persen) dari nilai bangunan gedung jika karena kelalaiannya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

2.2              Hukum dan peraturan PP NO. 36 TAHUN 2005
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
 2. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya.
3. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.
4. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya.
 5. Keterangan rencana kabupaten/kota adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota pada lokasi tertentu.
6. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
7. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung.
8. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
 9. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
10. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
11. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
12. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.
13. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTRKP) adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan perkotaan.
14. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.
15. Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem.
16. Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung.
17. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
18. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.
19. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan gedung.
20. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
21. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. 22. Tim ahli bangunan gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.
23. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan.
24. Perencanaan teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunan gedung dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri atas: rencana arsitektur, rencana struktur, rencana mekanikal/elektrikal, rencana tata ruang luar, rencana tata ruang-dalam/interior serta rencana spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.
 25. Pertimbangan teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran bangunan gedung. 26. Penyedia .
26. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi bidang bangunan gedung, meliputi perencana teknis, pelaksana konstruksi, pengawas/manajemen konstruksi, termasuk pengkaji teknis bangunan gedung dan penyedia jasa konstruksi lainnya.
27. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.
28. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.
29. Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya.
30. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.
31. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung adalah berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, serta melakukan gugatan perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
32. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
33. Dengar pendapat publik adalah forum dialog yang diadakan untuk mendengarkan dan menampung aspirasi masyarakat baik berupa pendapat, pertimbangan maupun usulan dari masyarakat umum sebagai masukan untuk menetapkan kebijakan Pemerintah/pemerintah daerah dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
34. Gugatan perwakilan adalah gugatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dalam mengajukan gugatan untuk kepentingan mereka sendiri dan sekaligus mewakili pihak yang dirugikan yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud.
35. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik sehingga setiap penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.
36. Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai di daerah dan operasionalisasinya di masyarakat.
37. Pemberdayaan adalah kegiatan untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan peran para penyelenggara bangunan gedung dan aparat pemerintah daerah dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
38. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundangundangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum.
39. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
40. Pemerintah daerah adalah bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.
41. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. Pasal 2 Lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. 


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
I. Pengertian dan Struktur Hukum Pembangunan
Kesimpulan dari pengertian dan struktur hukum pranata pembangunan bahwa seorang arsitek harus memahami hukum pembangunan. Jika arsitek telah memahami hukum pembangunan yang berlaku maka memudahkan dalam proses perencanaan dan perancangan. Jika arsitek tidak memahami hukum pembangunan bangunan tersebut dianggap illegal, maka hal itu bisa merugikan owner dan arsitek itu sendiri. Setiap bangunan harus memiliki surat ijin mendirikan bangunan (IMB).

II. Undang – Undang Pranata Pembangunan
Kesimpulan dari tuliasan yang berjudul Undang – Undang Pranata Pembangunan adalah membahas tujuan dari tata hukum pembangunan, tata hukum diperuntukan untuk kepentingan Negara dan dijadikan landasan dasar sebelum berdirinya bangunan. Peraturan Pemerintah dan PERDA sangat berkaitan dalam bidang arsitektur, dengan adanya PP dan Perda sebagai pedoman untuk mendirikan bangunan. Kesimpulan Undang – Undang No. 24 Tahun 1992 tentang tata ruang umum yang membahas tentang peratuan peruntukan lahan  yang di tetapkan oleh Undang – Undang. Dengan adanya undang undang tersebut penggunaan lahan tidak sembarangan, kerana sudah diatur oleh undang – undang. Kesimpulan Undang – Undang No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan manusia.

III. Hukum Perikatan
Kesimpilan dari Hukum Perikatan adalah ada dua jenis hukum perikatan, pertama adalah hukum perikatan berdasarkan perjanjian, kedua hukum perikatan berdasarkan undang – undang. Perbedaan dari kedua jenis tersebut yaitu perjanjian yang bersifat abstrak sedangkan berdasarkan undang undang bersifat hukum yang sah yang bersifat perikatan alami. Dalam bidang arsitektur perlu dilakukan hukum perikatan untuk melindungi dua belah pihak dari hukum yang berlaku. Kedua belah pihak akan saling terikat selama perjanjian hukum yang ditentukan.

 IV. Hukum Perburuhan
Kesimpulan dari Hukum Perburuhan adalah aturan dan norma tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan antara Pengusaha dan buruh. Hukum Perburuhan yang terdapat dalam Undang-Undang Perburuhan No. 12 th. 1948 tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh yang berfungsi tentang aturan-aturan terhadap buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh. Undang-Undang No. 12 th. 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), masing-masing memiliki maksud untuk memperbaiki serta menyejahterakan buruh. Dalam bidang arsitektur maka pemahaman peraturan ini para arsitek bisa menentukan maksimal jam kerja buruh tanpa adanya pemaksaan. Dengan adanya peraturan ini para buruh memiliki haknya sendiri dalam bekerja.

V. Perencanaan Fisik Pembangunan
 Kesimpulan pada penulisan Perencanaan Fisik Pembangunan adalah dari Skema Perencanaan yang membahas tentang berbagai status dalam Pembangunan tersebut dan tugasnya. Distribusi Tata Ruang Lingkungan ada 4 bagian, yaitu lingkup Nasional, Regional, Lokal, dan Sektor Swasta. Selain itu, terdapat Sistem Wilayah Pembangunan, pada bab ini dibahas mengenai Sistem Wilayah Pembangunan sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan wilayah dapat tertata dan serasi yang mengacu pada RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Mengenai Peran Perencanaan Fisik Pembangunan dalam lingkup Nasional, Regional, Lokal, dan Sektor Swasta, masing – masing membahas agar tidak ada kesalah pahaman

 VI. AMDAL
Kesimpulan dari penulisan AMDAL adalah untuk mengendalikan setiap  kegiatan pembangunan supaya ada acuan yang ditentukan untuk melindungi ekosistem yang bermanfaat bagi manusia. Dalam bidang arsitektur sebagai seorang arsitek, sebelum melakukan pembangunan harus mengetahui dampak dari pembangunan tersebut. Tanpa adanya pemikiran dampak maka banyak hal yang akan dirugikan. Maka disini AMDAL diperlukan untuk mendapatkan IMB, peran AMDAL dalam pembangunan sangat penting agar tidak ada pihak yang dirugikan.

SUMBER BACAAN:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar