PENGABAIAN
Kasus: Vira (24 th), punya anak tak lama setelah menikah. Ia merasa menjadi tawaan yang tidak bebas lagi berkumpul dengan teman-teman. “Real life tak seperti romantisme yang saya bayangkan. Kebebasan saya terampas,” ujarnya. Maka pengasuhan bayi sepenuhnya diserahkan pada baby-sitter. Vira sendiri selalu pulang tepat sebelum suaminya tiba di rumah, seolah seharian mengurus anak. Padahal, “Tidur, mandi, makan, susu, bahkan uang belanja harian dna bulanan, saya serahkan sepenuhnya pada baby-sitter. Saya tak mau tertawan.”
Dampak emosi: Secara alami, anak memilih ibu untuk melekat. Disekap, disentuh, dibelai dan dipeluk adalah kebutuhan utama bayi. dari pengalaman ini bayi menumbuhkan cinta di hati, membangun rasa percaya di dalam diri dan terhadap orang lain, dan yang utama adalah tumbuhnya rasa aman. Itu sebabnya anak-anak dengan riwayat diabaikan, berisiko mengalami masalah-masalah emosi bahkan kejiwaan:
Kasus: Vira (24 th), punya anak tak lama setelah menikah. Ia merasa menjadi tawaan yang tidak bebas lagi berkumpul dengan teman-teman. “Real life tak seperti romantisme yang saya bayangkan. Kebebasan saya terampas,” ujarnya. Maka pengasuhan bayi sepenuhnya diserahkan pada baby-sitter. Vira sendiri selalu pulang tepat sebelum suaminya tiba di rumah, seolah seharian mengurus anak. Padahal, “Tidur, mandi, makan, susu, bahkan uang belanja harian dna bulanan, saya serahkan sepenuhnya pada baby-sitter. Saya tak mau tertawan.”
Dampak emosi: Secara alami, anak memilih ibu untuk melekat. Disekap, disentuh, dibelai dan dipeluk adalah kebutuhan utama bayi. dari pengalaman ini bayi menumbuhkan cinta di hati, membangun rasa percaya di dalam diri dan terhadap orang lain, dan yang utama adalah tumbuhnya rasa aman. Itu sebabnya anak-anak dengan riwayat diabaikan, berisiko mengalami masalah-masalah emosi bahkan kejiwaan:
·
Mudah cemas, depresi, sulit percaya pada
orang lain dan merasa tidak aman.
·
Penelitian Dante Cicchetti,
ahli psikopatologi dari University of Minessota (AS) menyebut,
80% bayi yang ditelantarkan menunjukkan perilaku kelekatan yang tidak jelas.
·
Di usia muda anak menolak dan melawan
ppengasuhnya, bingung, gel;isah, atau cemas. Di usia 6 tahun, anak tidak
bertingkah laku layaknya anak, ia ingin mendapat perhatian dengan cara melayani
orang tuanya.
Dampak fisik: Asupan gizi yang tidak memadai.
Orang tua diharapkan: Konsultasi pada psikolog untuk mengkaji kembali perkawinanya dan untuk apa mempunyai anak, serta mengubah pola pikir.
Bantuan untuk anak oleh orang dewasa lain:
Orang tua diharapkan: Konsultasi pada psikolog untuk mengkaji kembali perkawinanya dan untuk apa mempunyai anak, serta mengubah pola pikir.
Bantuan untuk anak oleh orang dewasa lain:
·
Periksa anak ke dokter untuk mengetahui
tumbuh-kembangnya serta status gizinya.
·
Penuhi kebutuhan anak untuk menumbuhkan
rasa percaya dan rasa aman.
·
Ajak anak bermain dna penuhi kebutuhan
emosinya seperti diajak bicara atau dibelai, namun tetap mempertahankan sikap
konsisiten, tidak cepat marah dan tidak memberi penilaian negatif pada sikap
anak.
· DAMPAK KEKERASAN TERHADAP ANAK
1. Dampak kekerasan fisik
Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya
akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam
kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang
pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam
Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya
dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan
fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan
cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan
korban meninggal dunia.
2. Dampak kekerasan psikis
Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi
orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku
buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali),
penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan
obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Menurut Nadia (1991), kekerasan
psikologis sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas
yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas
yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti
kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak,
menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun
kecenderungan bunuh diri.
3. Dampak kekerasan seksual
Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban
yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri,
dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau
bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa masih
anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi.
Jika kekerasan seksual terjadi pada anak yang masih kecil pengaruh buruk yang
ditimbulkan antara lain dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol,
mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau
bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll (dalam
Nadia, 1991);
4. Dampak penelantaran anak
Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal
ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang
kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman,
gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah
penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
5. Dampak kekerasan lainnya
Dampak kekerasan terhadap anak lainnya (dalam
Sitohang, 2004) adalah kelalaian dalam mendapatkan pengobatan menyebabkan
kegagalan dalam merawat anak dengan baik. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi
kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal
menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak
terpaksa putus sekolah.
Berdasarkan uraian diatas dampak kekerasan terhadap anak antara lain:
1. Kerusakan fisik atau luka fisik
2. Anak akan menjadi individu yang kukrang percaya
diri, pendendam dan agresif
3. Memiliki perilaku menyimpang, seperti: menarik diri dari
lingkungan, penyalahgunaan obat dan
alkohol sampai dengan kecenderungan bunuh diri.
4. Jika anak mengalami kekerasan seksual maka akan menimbulkan trauma
mendalam pada anak, takut menikah, merasa rendah diri, dan lain-lain.
5. Pendidikan anak yang terabaikan.
· PENYEBAB TERJADINYA KEKERASAN TERHADAP ANAK
Pertama, ada anak yang berpotensi menjadi korban.
“Ada anak nakal, bandel, tidak bisa diam, tidak
menurut, cengeng, pemalas, penakut. Anak-anak seperti inilah yang sangat rentan
oleh kekerasan fisik dan psikis. Karena ada faktor bawaan seperti anak tersebut
memang hiperaktif, selain itu ada faktor dari ketidaktahuan orangtua, maupun guru
sebagai pendidik anak-anak,
Kedua, ada anak atau orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan.
menjelaskan
untuk anak yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan disebabkan oleh beberapa
hal yakni meniru orangtua, teman, siaran televisi, video game, film. Selain
itu, pernah mengalami sebagai korban bullying dari sesama anak, korban
kekerasan dari anak dewasa, dan adanya tekanan dari kelompok. Salah satu contoh
kasus ini adalah seorang anak SD yang membunuh temannya dan mengaku
terinspirasi dari salah satu tayangan sinetron TV swasta.
Sedangkan untuk orang dewasa yang berpotensi menjadi
pelaku, Arist menggolongkan menjadi dua yakni pelaku kekerasan fisik psikis dan
pelaku kekerasan seksual.
Dalam golongan pelaku kekerasan fisik maupun psikis,
biasanya disebabkan oleh faktor kepribadian. Contohnya otoriter, kaku, kasar,
agresif. Selain itu, bisa disebabkan adanya tekanan pekerjaan, ekonomi, masalah
keluarga dan lain-lain.
Dalam golongan pelaku kekerasan seksual, Arist kembali
menjelaskan penyebabnya adalah pengaruh pergaulan teman, kelainan biologis, problem
seksual dalam diri atau dalam keluarga, dan pengaruh akses pornografi maupun
miras.
Ketiga, adanya peluang kekerasan
tanpa pengawasan atau perlindungan.
Biasany sering dialami oleh anak-anak yang tinggal
dengan asisten rumah tangga, ayah atau ibu angkat, maupun paman atau
saudaranya. Peluang terjadinya kekerasan fisik, psikis maupun seksual ada
banyak sekali penyebabnya, karena memang tidak ada pengajaran potensi bahaya,
anak dibiarkan bermain dengan orang dewasa tanpa diawasi sehingga mereka dengan
bebas bisa dipeluk, dipangku oleh siapa saja dan lain-lain
Keempat karena adanya pencetus dari korban
dan pelaku.
Contohnya, adanya pencetus dari korban, biasanya
anak-anak rewel, aktifitas mereka berlebihan, tidak menurut perintah, merusak
barang-barang. Perilaku tersebut umunya mencetuskan kekerasan fisik dan psikis.
Kalau ciri-ciri anak ke toilet sendiri, berpakaian seksi, sering dipeluk dan
dipangku, dapat mencetuskan kekerasan seksual.
Sedangkan terkait pencetus yang berasal dari pelaku,
untuk kekerasan fisik dan psikis biasanya disebabkan oleh kondisi dalam keadaan
tertekan, ekonomi, masalah rumah tangga. Lanjutnya, pencetus kekerasan seksual
dikarenakan adanya rangsangan oleh pornografi maupun pengaruh minuman keras dan
dorongan seksual yang tak tersalurkan.
Setelah mengetahui penyebabnya, para orang tua sudah
dapat memahami lankgah apa yang seharusnya dapat diambil untuk melindungi buah
hatinya dari kekerasan terhadap anak.
Dalam sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh
seorang mahasiswa fakultas hukum sebuah universitas swasta di pontianak,
disimpulkan bahwa Upaya preventif yang dapat dilakukan dalam mengurangi tingkat
kekerasan pada anak adalah dengan penguatan dari keluarga, dengan aspek hukum
dan dengan aspek spiritual.
Dan yang paling terpenting adalah menjalin komunikasi
yang baik dengan anak, sehingga orangtua akan menjadi orang pertama yang paling
dipercayai untuk menyampaikan masalah dan meminta saran. Ciptakan suasana rumah
yang nyaman. Jaga emosi setiap orang yang ada dirumah. Dan satu hal lagi yang
juga sangat bisa membantu adalah mendekaktkan diri pada Allah (atau menurut
kepercayaan masing-masing). Dalam agama Islam anak adalah harta titip
Allah,haruslah dijaga sebaik mungkin, karena itu orang tua akan diminta
pertanggungjawabannya kelak.
· PERANAN ORANG TUA TERHADAP ANAK
Orang tua adalah komponen keluarga yang
terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan
yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung
jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai
tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sedangkan pengertian orang tua di atas,
tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian
keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.Menurut Arifin (dalam Suhendi, Wahyu,
2000:41) keluarga diartikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang dihubungkan dengan pertalian darah,perkawinan atau adopsi
(hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama.Selanjutnya, Abu Ahmadi (dalam
Suhendi, Wahyu, 2000: 44 -52), mengenai fungsi keluarga adalah sebagai suatu
pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau diluar keluarga. Adapun
fungsi keluarga terdiri dari:
A. Fungsi Sosialisasi Anak.
Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga
dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha
mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola
tingkah laku, sikap keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan oleh
mereka. Dengan demikian, sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran
terhadap seorang anak
B.Fungsi Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan
kasih sayang atau rasa cinta. Pandangan psikiatrik mengatakan bahwa penyebab
utama gangguan emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan
cinta, yakni tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih syang dalam suatu
lingkungan yang intim. Banyak fakta menunjukan bahwa kebutuhan persahabatan dan
keintiman sangat penting bagi anak. Data-data menunjukan bahwa kenakalan anak
serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang tidak mendapatkan perhatian
atau merasakan kasih sayang.
C. Fungsi Edukatif
Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik anak.
Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan sorang anak mulai dari bayi, belajar
jalan, hingga mampu berjalan.
D. Fungsi Religius
Dalam masyarakat Indonesia dewasa ini fungsi di
keluarga semakin berkembang, diantaranya fungsi keagamaan yang mendorong
dikembangkannya keluarga dan seluruh anggotanya menjadi insan-insan agama yang
penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Model pendidikan agama dalam keluarga dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu:
1. Cara hidup yang sungguh-sungguh dengan menampilkan penghayatan dan
perilaku keagamaan dalam keluarga.
2. Menampilkan aspek fisik berupa sarana ibadah dalam
keluarga.
3. Aspek sosial berupa hubungan sosial antara anggota keluarga dan lembaga-lembaga
keagamaan. Pendidikan agama dalam keluarga, tidak saja bisa dijalankan dalam
keluarga, menawarkan pendidikan agama, seperti pesantren, tempat pengajian, majelis
taklim, dan sebagainya.
E. Fungsi Protektif
Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para
anggotanya. Fungsi ini bertujuan agar para anggota keluarga dapat terhindar
dari hal-hal yang negatif. Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan
perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi seluruh anggotanya.
F. Fungsi Rekreatif
Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang
sangat gembira dalam lingkungan. Fungsi rekreatif dijalankan untuk mencari
hiburan. Dewasa ini, tempat hiburan banyak berkembang diluar rumah karena
berbagai fasilitas dan aktivitas rekreasi berkembang dengan pesatnya. Media TV
termasuk dalam keluarga sebagai sarana hiburan bagi anggota keluarga.
G. Fungsi Ekonomis
Pada masa lalu keluarga di Amerika berusaha
memproduksi beberapa unit kebutuhan rumah tangga dan menjualnya sendiri.
Keperluan rumah tangga itu, seperti seni membuat kursi, makanan, dan pakaian
dikerjakan sendiri oleh ayah, ibu, anak dan sanak saudara yang lain untuk
menjalankan fungsi ekonominya sehingga mereka mampu mempertahankan hidupnya.
H. Fungsi Penemuan Status
Dalam sebuah keluarga, seseorang menerima serangkaian
status berdasarkan umur, urutan kelahiran, dan sebagainya. Status/kedudukan
ialah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi
kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Status tidak bisa dipisahkan
dari peran. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai
status
Pola Bimbingan Orang Tua Pada Anak Selain bimbingan
disekolah, bimbingan dirumah sangat penting, karena anak lebih banyak
menghabiskan waktunya dilingkungan keluarga. Untuk itu keluarga dituntut untuk
dapat menerapkan pendidikan keimanan guna sebagai pegangan anak di masa depan.
ada delapan yang perlu dilakukan orang tua dalam membimbing anaknya
1. Perilaku yang patut dicontoh Artinya, setiap perilakunya tidak sekedar
bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan
dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak-anaknya. Oleh karena itu
pengaktualisasiannya harus senantiasa dirujukan pada ketaatan pada nilai-nilai
moral.
2. Kesadaran diri ini juga harus ditularkan pada anak-anaknya dengan mendorong
mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik
secara verbal maupun nonverbal tentang prilaku yang taat moral. Karena dengan
komunikasi yang dialogis akan menjembatani kesenjangan dan tujuan diantara
dirinya dan anak-anaknya.
3. Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya,
terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan
permasalan, berkenaan dengan nilai-nilai moral. Dengan perkataan lain orang tua
telah mampu melakukan kontrol terhadap perilaku-perilaku anak-anaknya agar
tetap memiliki dan meningkatkan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku.
4. Upaya selanjutnya untuk menyuburkan ketaatan anak-anak terhadap
nilai-nilai moral data diaktualisasikan dalam menata lingkungan fisik yang
disebut momen fisik. Hal ini data mendukung terciptanya iklim yang mengundang
anak berdialog terhadap nilai-nilai moral yang dikemasnya. Misalnya adanya
hiasan dinding, mushola, lemari atau rak-rak buku yang berisi buku agama yang
mencerminkan nafas agama; ruangan yang bersih, teratur, dan barang-barang yang
tertata rapi mencerminkan nafas keteraturan dan kebersihan; pengaturan tempat
belajar dan suasana yang sunyi mencerminkan nafas kenyamanan dan ketenangan
anak dalam melakukan belajar, pemilihan tempat tinggal dapat berisonansi untuk
mengaktifkan, menggumulkan, dan menggulatkan anak-anak dengan nilai-nilai
moral.
5. Penataan lingkungan fisik yang melibatkan anak-anak dan berangkat dari
dunianya akan menjadikan anak semakin kokoh dalam kepemilikan terhadap
nilai-nilai moral dan semakin terundang untuk meningkatkannya. Hal tersebut
akan terjadi jika orang tua dapat mengupayakan anak-anak untuk semakin dekat,
akrab, dan intim dengan nilai-nilai moral.
6. Penataan lingkungan sosial dapat menghadirkan situasi kebersamaan antara
anak-anak dengan orang tua. Situasi kebersamaan merupakan sarat utama bagi
terciptanya penghayatan dan pertemuan makna antara orang tua dan anak-anak.
Pertemuan makna ini merupakan kulminasi dari penataan lingkungan sosial yang
berindikasikan penataan lingkungan pendidikan.
7. Penataan lingkungan pendidikan akan semakin bermakna bagi anak jika
mampu menghadirkan iklim yang menggelitik dan mendorong kejiwaannya untuk mempelajari
nilai-nilai moral.
8. Penataan suasana psikologis semakin kokoh jika nilai-nilai moral secara
transparan dijabarkan dan diterjemahkan menjadi tatanan sosial dan budaya dalam
kehidupan keluarga. Inilah yang dinamakan penataan sosiobudaya dalam keluarga.
Dari kedelapan pola pembinaan terhadap anak di atas
sangat diperlukan sebagai panduan dalam membuat perubahan dan pertumbuhan anak,
memelihara harga diri anak, dan dalam menjaga hubungan erat antara orang tua
dengan anak.
· PERANAN PEMERINTAH TERHADAP KEKERASAN TERHADAP ANAK
Langkah pertama yang akan dilakukan adalah
melakukan sosialisasi dan program edukasi kepada semua golongan masyarakat
mengenai pencegahan kejahatan terhadap anak dan tindakan-tindakan serta hukuman
bagi pelaku. Sosialisasi akan dilakukan secara masif dan berkelanjutan.
"Pengawasan perlu dilakukan secara saksama,
terutama di lingkungan keluarga,"
meminta agar
ayah dan ibu memperhatikan dan mengawasi serta mengasuh anak-anak secara benar
dan tekun sehingga tidak mempercayakan sepenuhnya pengasuhan dan pendidikan
anak kepada guru di sekolah serta pengasuh anak. Hal lain yang akan dilakukan
Pemerintah adalah respons yang cepat dari semua pihak, terutama kalangan
pemerintah dan kepolisian, bila ada kasus pelecehan atau kekerasan terhadap
anak.
"Manakala ada kekejian perlu direspons dengan
tepat dan penindakan hukum yang transparan terhadap pelaku kejahatan,"
Pemerintah akan memberikan perhatian pada rehabilitasi
anak yang menjadi korban, terutama pendampingan secara psikologis sehingga
memulihkan cedera mental atau trauma yang dialami.
· SOLUSI KEKERASAN TERHADAP ANAK
·
1. Bantu Anak Melindungi Diri
Maraknya kejahatan fisik maupun seksual yang terjadi belakangan ini tentunya membuat Anda semakin khawatir dengan keselamatan anak. Inilah saatnya menjelaskan kepada anak bahwa tidak ada seorang pun yang boleh menyentuhnya dengan tidak wajar.
Maraknya kejahatan fisik maupun seksual yang terjadi belakangan ini tentunya membuat Anda semakin khawatir dengan keselamatan anak. Inilah saatnya menjelaskan kepada anak bahwa tidak ada seorang pun yang boleh menyentuhnya dengan tidak wajar.
·
Berikan pemahaman dan ajarkan anak untuk
menolak segala perbuatan yang tidak senonoh dengan segera meninggalkan di mana
sentuhan terjadi. Ingatkan anak untuk tidak gampang mempercayai orang asing dan
buat anak untuk selalu menceritakan jika terjadi sesuatu pada dirinya.
2. Pembekalan Ilmu Bela Diri
Pembekalan ilmu bela diri pun dapat menjadi salah satu solusi agar anak tidak menjadi korban kekerasan. Selain mengajarkan kepada anak mengenai disiplin dan membentuk mental juga jasmani yang kuat, bela diri dapat digunakan untuk membela diri sendiri dari ancaman-ancaman yang ada. Namun tetap harus diberikan pengarahan bahwa ilmu bela diri dipelajari bukan untuk melakukan kekerasan.
3. Maksimalkan Peran Sekolah
Sekolah harus memiliki fungsi kontrol sosial, yakni sekolah memiliki assessment (penilaian) terhadap perilaku anak. Sekolah juga harus menggagas aktivitas-aktivitas internal sekolah yang bersifat positif, memfasilitasi aktivitas orang tua siswa dan siswa minimal setahun sekali seperti yang diterapkan sekolah-sekolah di Jepang. Sekolah juga bisa membentuk petugas breaktime watch dari kalangan pengurus sekolah yang bertugas berkeliling dan memantau kegiatan siswa.
4. Pendidikan Budi Pekerti
Salah satu solusi untuk mencegah krisis moral yang melanda di kalangan generasi penerus adalah mengajarkan budi pekerti, baik di rumah maupun di sekolah. Seperti yang kita ketahui, pendidikan budi pekerti masih belum merata dan belum benar-benar menjadi mata pelajaran wajib di semua sekolah.
2. Pembekalan Ilmu Bela Diri
Pembekalan ilmu bela diri pun dapat menjadi salah satu solusi agar anak tidak menjadi korban kekerasan. Selain mengajarkan kepada anak mengenai disiplin dan membentuk mental juga jasmani yang kuat, bela diri dapat digunakan untuk membela diri sendiri dari ancaman-ancaman yang ada. Namun tetap harus diberikan pengarahan bahwa ilmu bela diri dipelajari bukan untuk melakukan kekerasan.
3. Maksimalkan Peran Sekolah
Sekolah harus memiliki fungsi kontrol sosial, yakni sekolah memiliki assessment (penilaian) terhadap perilaku anak. Sekolah juga harus menggagas aktivitas-aktivitas internal sekolah yang bersifat positif, memfasilitasi aktivitas orang tua siswa dan siswa minimal setahun sekali seperti yang diterapkan sekolah-sekolah di Jepang. Sekolah juga bisa membentuk petugas breaktime watch dari kalangan pengurus sekolah yang bertugas berkeliling dan memantau kegiatan siswa.
4. Pendidikan Budi Pekerti
Salah satu solusi untuk mencegah krisis moral yang melanda di kalangan generasi penerus adalah mengajarkan budi pekerti, baik di rumah maupun di sekolah. Seperti yang kita ketahui, pendidikan budi pekerti masih belum merata dan belum benar-benar menjadi mata pelajaran wajib di semua sekolah.
5. Laporkan kepada Pihak Berwajib
Hal terakhir yang harus dilakukan bila terjadi kekerasan fisik, psikis, ataupun seksual adalah segera melaporkan kepada pihak berwajib. Hal ini bertujuan agar segera diambil tindakan lebih lanjut terhadap tersangka dan mengurangi angka kejahatan yang sama terjadi. Adapun korban kekerasan harus segera mendapatkan bantuan ahli medis serta dukungan dari keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar